
Makalah
Surveilans Epidemiologi
Penyakit Diabetes Melitus
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat-Nya lah, kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini, yang merupakan salah satu tugas
mata kuliah Dasar-dasar Epidemiologi. Makalah ini membahas segala hal yang berkaitan dengan Surveilans
Penyakit Diabetes Melitus,
yang diharapakan dapat membantu untuk memahami materi tersebut.
Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak
sedikit hambatan yang kami hadapi. Dan kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dari berbagai pihak. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing dan juga
pembaca dimohon masukannya demi perbaikan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM)
merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan
status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status
kesehatan di suatu negara.
Secara
global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan
sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola
struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya
hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatar belakangi
prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak
menular semakin bervariasi dalam transisi epidemiologi.
Penyakit
tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang
ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi;
(7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis;
(11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek
dan kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM,
hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner,
penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan
stroke ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan
salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, yang
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron.
Diabetes Mellitus sering disebut
sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi
dan dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil
ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama
tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk
memeriksakan kadar glukosa darahnya. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta
penduduk dunia menderita DM dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150
juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita
Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003
meningkat menjadi 13,8 juta orang.
Pada
tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia
menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya
terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366
juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, Diabetes adalah suatu kondisi dengan kadar peningkatan glukosa dalam
darah (hiperglikemia) yang dapat
menimbulkan resiko pada mikrovaskular (retinoplati, nepropati, dan neuropati).
Ini berhubungan dengan usia harapan hidup, angka kesakitan jika terjadi
komplikasi antara diabetes dan microvaskular, dapat meningkatkan resiko
komplikasi makrovaskular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit
kardiovaskular), dan mengganggu kulaitas kehidupan. The American Diabetes
Association (ADA) memperkirakan kerugian akibat diabetes di USA untuk tahun
2002 sekitar 132 milyar dolar dan akan meningkat menjadi 192 milyar di tahun
2020.
DM
terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di
negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di
Afrika, ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan
yang tidak sehat. Data
selengkapnya mengenai prevalensi DM di regional Asia Pasifik dapat di lihat
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi Diabetes di Region Asia Tenggara
Negara
|
2000
|
2030
|
Bangladesh
|
3,196,000
|
11,140,000
|
Bhutan
|
35,000
|
109,000
|
Republik
Korea
|
367,000
|
635,000
|
India
|
31,705,000
|
79,441,000
|
Indonesia
|
8,426,000
|
21,257,000
|
Maldives
|
6,000
|
25,000
|
Myanmar
|
543,000
|
1,330,000
|
Nepal
|
436,000
|
1,328,000
|
Sri Lanka
|
653,000
|
1,537,000
|
Thailand
|
1,536,000
|
2,739,000
|
Total
|
46,903,000
|
119,541,000
|
Indonesia
menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total
penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan
pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan
data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun
rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin dan 4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional.
Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi diabetes melitus
berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur, namun mulai umur ≥ 65
tahun cenderung menurun. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada
perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM,
hipertiroid, dan hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada
perdesaan. Prevalensi
diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar
1,5 persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%),
DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di
Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur 3,3 persen. Di Sumatera utara sendiri, DM yang terdiagnosis
sebesar 1.8% dan yang
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2.3%.
Prevalensi
DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan
dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung lebih
tinggi pada kelompok
pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat
ketidaktahuan tentang pola makan yang baik.
Diabetes
Melitus merupakan penyakit yang dapat
menyebabkan penyakit lain (komplikasi). Kejadian komplikasi Diabetes
Melitus pada setiap orang
berbeda-beda. Komplikasi
Diabetes Melitus dapat dibagi menjadi
dua kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi
kronik jangka pajang.
Komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma.
Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis
diabetic (DKA).
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia
dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolysis dan peningkatan oksidasi
asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton).
Peningkatan keton dalam
plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton
meningkatkan beban ion hydrogen dan
asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat
mengalami hipotensi dan syok.
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma dan meninggal.
Komplikasi
kronik jangka panjang atau dapat disebut juga dengan
komplikasi vaskular jangka panjang
Diabetes Melitus melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati)
dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopati diabetic), glumerolus ginjal (nefropati
diabetic), dan saraf-saraf kapiler (neuropati
diabetic), otot-otot serta kulit.
Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan
peningkatan penimbunan glikoprotein.
Selain itu, karena senyawa kimia dari
membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan
bertambahnya kecepatan
pembentukan sel-sel membran dasar. Namun,
manifestasi klinis penyakit vaskular, retinopati atau nefropati
biasanya baru timbul setelah 15
sampai 20 tahun sesudah awitan diabetes.
Risiko
penyakit yang terjadi
oleh penderita diabetes
melitus jika dibandingkan dengan penderita non diabetes melitus
adalah dua kali lebih mudah mengalami
stroke, dua puluh lima kali lebih mudah mengalami buta, dua kali lebih
mudah mengalami PJK
(Penyakit Jantung Koroner), tujuh belas kali lebih mudah mengalami
gagal ginjal kronik, dan lima
kali lebih mudah mengalami selulitis atau gangrene.
Komplikasi
Diabetes Melitus diakibatkan dari memburuknya
kondisi tubuh, perilaku preventif dari penderita dalam penanganan
Diabetes Melitus dapat menghindari
penderita dari komplikasi diabetes jangka
panjang meliputi diet, olahraga, kepatuhan cek gula darah dan
konsumsi obat.
Berdasarkan hasil penelitian
(Himawan. dkk, 2007) yang dilakukan pada 39 pasien dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan laboratorium HbA1c, mikroalbuminuria, dan
evaluasi mata di poliklinik mata FKUI RSCM menunjukkan hasil komplikasi
yang ditemukan adalah ketoasidosis diabetik selama sakit pada 30 pasien (76,9
%) dan pada 12 minggu terakhir pada 3 pasien (7,9%), mikroalbuminuria pada 3
pasien (7,9%).
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
Diabetes Melitus?
2.
Bagaimana epidemiologi
Diabetes Melitus?
3.
Apa beban
Diabetes Melitus?
4.
Bagaimana
tanda-tanda Diabetes?
5.
Bagaimana faktor
resiko Diabetes Melitus?
6.
Apa komplikasi
dari penyakit Diabetes Melitus?
7.
Bagaimana upaya Pencegahan Diabetes Mellitus?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui
pengertian Diabetes Melitus
2.
Untuk mengetahui
epidemiologi dari Diabetes Melitus
3.
Untuk mengetahui
beban Diabetes Melitus
4.
Untuk mengetahui
tanda-tanda dari Diabetes
5.
Untuk mengetahui
faktor resiko dari Diabetes Melitus
6.
Untuk mengetahui
komplikasi dari penyakit Diabetes Melitus
7.
Untuk mengetahui
upaya
Pencegahan Diabetes Mellitus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif
dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009).
Diabetes
Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan
oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total)
maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007).
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan
yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini
sudah lama dikenal, terutama dikalangan keluarga, khususnya keluarga ‘berbadan
besar’ (kegemukan) bersama dengan gaya hidup ‘tinggi’. Kenyataannya, kemudian,
DM menjadi penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas
dan membawa banyak kematian.
B. Epidemiologi
Diabetes Melitus
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang,
DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-64 tahun, sedangkan pada negara
maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk usia di atas 64 tahun.
Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur < 40 tahun dan penderita DM Tipe 2
biasanya berumur ≥ 40 tahun. Diabetes sendiri
merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga progresifitas
penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi.
Diabetes Mellitus (DM) biasanya
berjalan lambat dengan
gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik
komplikasi akut maupun kronis. Dengan demikian Diabetes bukan lah suatu
penyakit yang ringan. Menurut beberapa review, Retinopati diabetika, sebagai
penyebab kebutaan pada usia dewasa muda, kematian akibat penyakit
kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic, sebagai
penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes
meninggal akibat kejadian kardiovaskuler dan neuropati diabetik, penyebab
utama amputasi non traumatic pada usia dewasa muda.
Hasil penelitian Ditjen
Yanmed Depkes RI pada tahun 2002, diperoleh data bahwa DM berada di urutan
keenam dengan PMR sebesar 3,6% dari sepuluh penyakit utama yang ada di Rumah
Sakit yang menjadi penyebab utama kematian. Dan penelitian Ditjen Yanmed Depkes
pada tahun 2005 menyatakan bahwa DM menjadi penyebab kematian tertinggi pada
pasien rawat inap akibat penyakit metabolik, yaitu sebanyak 42.000 kasus dengan
3.316 kematian (CFR 7,9%).
Berdasarkan penelitian
Junita L.R marpaung di RSU Pematang Siantar tahun 2003-2004 terdapat 143 orang
(80,79 %) pasien DM yang berusia ≥ 45 tahun dan 34 orang (19,21 %) yang berusia
< 45 tahun.26 Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007
terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4 %)
yang berusia < 40 tahun.
b. Menurut Tempat
Di Negara berkembang, Diabetes
mellitus sampai sat ini masih merupakan faktor yang terkait sebagai
penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar. Menurut estimasi data WHO
maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6
juta penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2
juta. Tentu saja hal ini sangat mencengangkan para praktisi, sehingga
perlu dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait.
Pada Tahun 2000, lima Negara
dengan jumlah penderita Diabetes mellitus terbanyak pada kelompok 20-79
tahun adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), Amerika (17,7 juta),
Indonesia (8,4 juta), dan Jepang (6,8 juta). Berdasarkan survei lokal,
prevalensi DM di Pulau Bali pada tahun 2004, mencapai angka 7,2%. Pada tahun
2005, di DKI Jakarta telah dilakukan survei, dan diperoleh prevalensi DM
sebesar 12,8%.
Menurut laporan PERKENI tahun 2005
dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka
prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain : Jakarta 12,8
%, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %. Sedangkan prevalensi DM
terendah terdapat di daerah pedesaan antara lain Tasikmalaya sebesar 1,8 % dan
Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya perbedaan prevalensi DM di perkotaan dengan
di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian DM.
c.
Menurut Waktu
Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta
kematian akibat DM di dunia, dimana 1,4 juta atau 48,28% kematian terjadi pada
pria, dan selebihnya 1,5 juta atau 51,72% pada wanita. Dari jumlah kematian
ini, 1 juta atau 34,48% kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta atau
65,52% kematian terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2003, WHO menyatakan
194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun
menderita Diabetes mellitus dan tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%.
Peningkatan angka kesakitan DM dari
waktu ke waktu lebih banyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan
hidup) dan faktor lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak
171 juta pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030.
Menurut laporan UKPDS, Komplikasi
kronis paling utama adalah Penyakit
kardiovaskuler
dan stroke, Diabeteic foot,
Retinopati, serta
nefropati diabetika, Dengan
demikian sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat
hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila
dibandingkan dengan orang normal, maka penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul
gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk
terjadinya kebutaan.
2.
Determinan
a.
Genetik atau Faktor
Keturunan
DM cenderung diturunkan atau
diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis memberi peluang besar bagi
timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih
besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita
DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang
tersebut memiliki resiko 40 % menderita DM.
DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan
dengan faktor keturunan dibandingkan dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM
Tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga
pasien mempunyai saudara yang juga menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya
sekitar 3-5 % yang mempunyai orangtua menderita DM juga.
Pada DM tipe 1, seorang anak
memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tua anak
tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah satu orang
tua anak tersebut menderita DM pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang
tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1:2.
b. Umur
DM dapat terjadi pada semua
kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena DM akan meningkat
dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang
akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun,
sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara-negara
barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1
dari penderita berusia di atas 85 tahun.
Menurut penelitian Handayani di RS
Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah
kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak
terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %).32 Menurut hasil penelitian Renova di RS.
Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40
tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun.
c.
Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih
besar untuk menderita Diabetes Mellitus, berhubungan dengan paritas dan
kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit DM.
Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat
tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan
laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh
rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan
(61,8%) dibandingkan pasien laki-laki (38,2%).
d.
Pola Makan dan
Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah
arah saat ini mempercepat peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Makin
banyak penduduk yang kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan
yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap
rasa) muncul sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya
konsumsi minuman yang kaya gula.
Kegemukan adalah faktor resiko yang
paling penting untuk diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2
berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah
orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari
yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk
lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT
(Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada
seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 Kg/m2, kemungkinan
mengidap DM menjadi 90 kali lipat.
e.
Aktivitas
Fisik
Melakukan aktivitas fisik seperti
olahraga secara teratur dapat membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah
terjadinya kegemukan dan kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh
melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan
tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan
akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga
zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun
dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak
menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon insulin kurang
mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
f.
Infeksi
Virus
yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus
B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik
(penghancur sel) dalam sel beta pankreas, virus ini
menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang
melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta
pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak, seringkali
didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang
disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. DM akibat bakteri
masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
C. Beban
Diabetes Melitus
Sebagai suatu gangguan kesehatan, diabetes memberikan beban besar
sebagai masalah kesehatan dengan melihat bahwa:
1.
Gejala-gejala DM
sendiri cukup banyak, luas dan berat. Masing-masing gangguan cukup memberi
tantangan dalam mengatasinya. Menghadapi gangguan perasaan lapar (polifagi)
saja, misalnya, suatu bentuk gangguan yang cukup berat dihadapi oleh setiap
pasien, dimana keinginan untuk makan melebihi kemampuan penderita untuk menahan
diri untuk tidak makan.
2.
DM merupakan
penyakit yang sangat mudah ‘kerjasama’ dengan penyakit lain. Jika DM melakukan
‘kerjasama’ antar sesama kelompok ‘high
blood sugar’ maka mereka dapat membentuk suatu ‘segitiga raja penyakit’
DM-cardiovaskular dan stroke. Jumlah penderita yang sudah bergabung dalam segitiga
raja penyakit dengan kadar glukosa darah tinggi ini telah mencapai 3 juta,
tersebar di lebih 50 negara di dunia.
Jika DM memasuki tahap komplikasi, komplikasi DM dapat memasuki semua
jalur sistem tubuh manusia.
Gambar 1. Gambaran Segitiga Raja Penyakit,
Diabetes bersama dengan Kelompok ‘High Blood
Secara umum DM merupakan beban kesehatan masyarakat yang cukup berat
mengingat bahwa:
1.
Diabetes tidak
bisa disembuhkan, hanya bisa dikendalikan atau dicegat (diperlambat). DM akan
merupakan bagian keseharian seumur hidup seorang penderita.
2.
Renta terhadap
komplikasi. Keadaan lanjut ini bisa terjadi karena pasien merasa tidak sakit,
sehingga melalaikan pengobatan dan perawatan. Selain itu, tentu terlambat
mengunjungi dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan.
3.
Komplikasi DM
berat dan bersifat terminak (diakhiri dengan kematian).
4.
Bersifat
autoimmune yang menurun (DM tipe I).
5.
Manifestasinya
pada kelompok-kelompok tertentu cukup lebih berat (misalnya pada kelompok ibu
hamil atau berat badan rendah/underweight).
D. Tanda-Tanda
Diabetes
Adapun tanda - tanda
diabetes mellitus dapat dilihat berdasarkan gejala – gejala berikut:
1.
Gejala Klinis
* Gejala khas * Gejala Lain
- Poliuria (sering kencing) -
Gatal - gatal
- Poliphagia (cepat lapar) -
Mata kabur
- Polidipsia (sering haus) -
gatal di kemaluan (wanita)
- Lemas -
Impotensia
- Berat badan menurun -
Kesemutan
2. Gambaran Laboratorium
o
Gula darah
sewaktu > 200 mg/dl.
o
Atau gula darah
puasa >126 mg/dl (puasa=tidak ada masukan
o
Makanan/kalori
sejak 10 jam terakhir)
o
Atau glukosa
plasma 2 jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gram.
Sebagai pedoman dalam
diagnosis DM, WHO mengeluarkan panduan diagnosis DM, sesuai Tabel 3.
Tabel 3. Rekomendasi WHO Kriteria Diagnosis DM Dan Hiperglikemia Intermediat
Jenis Pemeriksaan
|
Nilai Normal
|
Diabetes:
-
Glukosa puasa
-
Glukosa 2 jam pp
|
> 7.0 mmol/l (126 mg/dl), atau
> 11.1 mmol/l (200mg/dl)
|
Impaired
Glucose Tolerance (IGT)
-
Glukosa puasa
-
Glukosa 2 jam pp
|
< 7.0
mmol/l (126 mg/dl), dan
> 7.8 mmol/l dan < 11.1 mmol/l (140 mg/dl dan 2000 mg/dl)
|
Impaired
Fasting Glucose (IFG)
-
Glukosa puasa
-
Glukosa 2 jam pp*
|
6.1-6.9 mmol/l
(110-125 mg/dl)
Dan < 7.8
mmol/l (140 mg/dl)
|
+ Glukosa plasma vena 2 jam setelah makan 75 gram
glukosa
*Jika 2 jam pp tidak diukur, status diabetes tidak
jelas, dan IGT tidak bisa dikeluarkan.
Sumber:
Definition and Diagnosis of DM and Intermediate Hyperglycemia, WHO. 2006
E. Faktor
Resiko Diabetes Melitus
Berbagai bentuk faktor resiko DM, seperti modified dan unmodified risk
factors, risiko sosial, ekonomi, lingkungan, genetic dan gizi.
Resiko
lingkungan DM berkaitan dengan faktor-faktor:
·
Geographic variation (ditemukan variasi geografis di berbagai bagaian
negeri di Cina).
·
Temporal
variation
·
Migrant risk in new environment (ditemukan pada kelompok migrant Cina dan jewis).
DM tipe 2 adalah hasil
interaksi faktor genetic dan keterpaparan lingkungan. Faktor genetik akan
menentukan individu yang suseptibel atau rentan kena DM. faktor lingkungan disini
berkaitan dengan 2 faktor utama kegemukan (obesitas) dan kurang aktivitas
fisik. Karena itu, kelak kedua faktor ini ternyata kalau dikendalikan akan
memberikan hasil yang efektif dalam pengendalian diabetes.
Bukti peran faktor genetik
diperoleh dari penelitian pada anak kembar yang keduanya beresiko terhadap DM.
Pengaruh lingkungan dapat dibuktikan dengan migrant study. Misalnya, orang
Jepang yang pindah ke Hawai lebih tinggi DM-nya dibandingkan mereka yang tetap
di Jepang.
DM tipe 2 ditandai dengan 4 gangguan
metabolik utama, yaitu: (1) hiperglikemia kronik, (2) resistensi insulin, (3)
reduksi respons insulin, dan (4) peningkatan pengeluaran glukosa hepar. Tidak
jelas yang mana dari keempatnya yang dulu terjadi. Namun diperkirakan
perkembangan DM 2 melalui tahapan tertentu.
Tahap-tahap perkembangan
terjadi tipe 2 DM:
Tahap 1. Genetic susceptibility, sebagai prerequisite
Tahap 2. Insuline resistance
Tahap 3. Impaired Glucose Tolerance (IGT)
Tahap 4. DM tipe 2
Kriteria WHO untuk IGT
adalah venous plasma glucose level of
7.8-11.0 mmol/l two hours after a 75g oral glucose load.
Faktor resiko utama DM tipe
2,yaitu:
1.
Genetic:
mempunyaib orang tua/keluarga dengan DM tipe 2
2.
Obesitas
(terutama central obesity)
3.
Physical
inactivity
4.
Pengalaman
dengan diabetic intrauterine
5.
Riwayat minum
Susu formula (cow milk) pada waktu bayi
6.
Low birth weight (LBW)
Pengalaman dengan diabetic
intrauterine ditandai dengan riwayat kehamilan abnormal, berupa abortus
berulang-ulang, lahir mati, malformasi, toxwmia
gravidarum, berat badan bayi lebih 4 kg;, glusuria renal waktu hamil dan diabetics gestational.
Kalau susu sapi di curigai sebagai resiko DM, sebaliknya dengan ASI. ASI
eksklusif, minimal 2 bulan, ternyata berhubungan dengan reduksi 50% DM di
kalangan dewasa.
DM tipe 2 memang mempunyai berbagai faktor resiko baik genetic maupun
lingkungan. Berbagai faktor resiko ini sangat penting diperhatikan dalam
mencari upaya efektif untuk menahan laju perkembangan ataupun untuk
menghentikan peningkatan DM.
Dalam masyarakat, mereka yang kelompok resiko (high risk group) DM;
1.
Usia >45
tahun.
2.
Berat badan
lebih (BBR>110% atau IMT >25kg/m).
3.
Hipertensi
(>140/90 mmHg).
4.
Ibu dengan
riwayat melahirkan bayi >4000 gram
5.
Pernah diabetes
sewaktu hamil
6.
Riwayat
keturunan DM
7.
Kolesterol HDL
<35mg/dl atau trigliserida >250 mg/dl.
8.
Kurang aktivitas
fisik.
Faktor resiko ini bervariasi menurut jenis kemungkinan resiko yang
diperkirakan akan terjadi. Resiko bisa dibedakan atas jenis resiko menderita DM
dan resiko meninggal akibat DM. resiko-resiko ini berbeda antarregion, etik dan
sosial ekonomi masyarakat.
Dalam kaitannya dengan faktor resiko, dikenal istilah ABC untuk DM yang
terdiri dari:
A = A1c
B = Blood pressure
C = Cholesterol
Huruf A = A1c, yakni Hb A1c, glukosa yang terkait pada sel darah merah.
Kadar A1c di dalam darah ini menggambarkan kadar gula darah rata-rata selama 3
bulan. Kadar normal HbA1c <7%.
B = Blood pressure: 2/3 penderita DM menderita hipertensi. DM tambah
hipertensi mempertinggi resiko komplikasi (jantung, stroke, ginjal dan mata)
C = Cholesterol. Peningkatan kolesterol akan menyebabkan penyakit
jantung dan pembuluh darah segera mendampingi DM. kolesterol berbahaya jika
tinggi >200mg% dan HDL <=35mg%.
F. Komplikasi
Diabetes Melitus
Seperti
telah diungkapkan, hiperglikemia merupakan peran sentran terjadi komplikasi pada DM.
Pada keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan jalur polyol, peningkatan
pembentukan Protein Glikasi non enzimakti serta peningkatan proses
glikosilasi itu sendiri, yang menyebabkan peningkatan stress oksidatif dan pada
akhirnya menyebabkan komplikasi baik vaskulopati, retinopati, neuropati
ataupun nefropati diabetika.
Komplikasi
kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu: (a) Komplikasi
mikrovaskular; (b) Komplikasi
makrovaskular; dan (c) Komplikasi
neurologis.
1. Komplikasi
Mikrovaskular
a. Retinopati
diabetika
Kecurigaan
akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya ketajaman penglihatan
atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetes
dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan Proliferatif.
Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan ditandai adanya
mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan
pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama
kebutaan. Setelah mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen penderita DM
menjadi buta dan 10 persen mengalami cacat penglihatan.
Kerusakan mata akibat DM yang paling sering adalah Retinopati (Kerusakan
Retina). Glukosa darah yang tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina
bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah yang keluar
dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar yang menuju ke retina sehingga
penglihatan penderita DM menjadi kabur. Kerusakan yang lebih berat akan
menimbulkan keluhan seperti tampak bayangan jaringan atau sarang laba-laba pada
penglihatan mata, mata kabur, nyeri mata, dan buta.
Pada
stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan
pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol
gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan
kadar gula darah yang terlalu singkat. Selain
menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan lensa mata menjadi keruh
(tampak putih) yang disebut katarak serta dapat menyebabkan glaucoma (menyebabkan
tekanan bola mata.
b. Nefropati
diabetika
Nefropati diabetik (ND) merupakan komplikasi penyakit diabetes
mellitus yang termasuk dalam komplikasi mikrovaskular, yaitu komplikasi yang
terjadi pada pembuluh darah halus (kecil). Hal ini dikarenakan terjadi
kerusakan pada pembuluh darah halus di ginjal. Kerusakan pembuluh darah
menimbulkan kerusakan glomerulus yang berfungsi sebagai penyaring darah.
Tingginya kadar gula dalam darah akan membuat struktur ginjal berubah sehingga
fungsinya-pun terganggu. Dalam keadaan normal
protein tidak tersaring dan tidak melewati glomerolus karena ukuran protein
yang besar tidak dapat melewati lubang-lubang glomerulus yang kecil. Namun,
karena kerusakan glomerolus, protein (albumin) dapat melewati glomerolus
sehingga dapat ditemukan dalam urin yang disebut dengan mikroalbuminuria. Nefropati
diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat
retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah
kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.
Penyebab
timbulnya gagal ginjal pada diabetes melitus adalah multifaktor, mencakup
faktor metabolik, hormon pertumbuhan dan cytokin, dan faktor vasoaktif. Sebuah
penelitian di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa peningkatan mikroalbuminuria
berhubungan dengan riwayat merokok, ras India, lingkar penggang, tekanan
sistolik dan diastolik, riwayat hipertensi, kadar trigliserid, jumlah sel darah
putih, riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya, riwayat neuropati dan
retinopati sebelumnya. Penelitian lain di Inggris menyimpulkan
bahwa faktor risiko nefropati diabetik adalah 1) glikemia dan
tekanan darah, 2) ras, 3) diet dan lipid, 4) genetik. Dari sekian banyak
faktor-faktor risiko tersebut, tidak semuanya bisa dijelaskan patofisiologinya,
namun beberapa sumber pustaka dan jurnal menulis pembahasannya kurang lebih
sebagai berikut:
1) Faktor Metabolik
Faktor metabolik yang sangat mempengaruhi progresivitas komplikasi
diabetes mellitus adalah hiperglikemi. Mekanismenya secara pasti belum diketahui,
namun hiperglikemi mempengaruhi timbulnya nefropati diabetik melalui tiga
jalur, yaitu glikasi lanjut, jalur aldose reduktase, dan aktivasi protein
kinase C (PKC) isoform.
2) Hormon Pertumbuhan dan Cytokin
Disebabkan efek promotif dan proliferatifnya, hormon pertumbuhan
dan cytokin dianggap berperan penting dalam progresivitas gangguan fungsi
ginjal akibat diabetes mellitus. Terutama growth hormone (GH) / Insuline
like growth factors (IGFs), TGF-βs, dan vascular
endothelial growth factors (VEGF) telah diteliti memiliki efek yang
signifikan terhadap penyakit ginjal diabetik.
3)
Faktor-faktor vasoaktif
Beberapa
hormon vasoaktif seperti kinin, prostaglandin, atrial natriuretik peptide, dan
nitrit oksida, memainkan peranan dalam perubahan hemodinamik ginjal dan
berimplikasi pada inisiasi dan progresi nefropati diabetik.
4)
Ras
Bangsa
yang paling banyak menderita nefropati diabetik adalah bangsa Asia Selatan.
Mereka memiliki resiko dua kali lipat terkena komplikasi mikroalbuminuria dan
proteinuria.
5)
Diet dan Lipid
Beberapa
penelitian membuktikan adanya penurunan kadar albumin urin yang signifikan
setelah dilakukan intervensi diet. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian lain yang menyatakan bahwa terjadi perubahan kadar albuminuria
setelah dilakukan koreksi glikemik pada DM tipe 2. Perubahan ini mungkin
disebabkan karena perubahan hemodinamik akibat penurunan glikemia dan juga
mungkin disebabkan karena penurunan intake protein. Hubungan antara kadar lipid
plasma, albuminuria, dan gangguan fungsi ginjal juga dilaporkan oleh sebuah
penelitian dengan 585 sampel yang melakukan diet selama 3 tahun dan berhasil
menurunkan kadar albuminuria, tetapi kadar glukosa puasa dan trigliserid
bervariasi. Kadar trigliserid juga berhubungan dengan peningkatan albuminuria
dan proteinuria.
6)
Genetik
Peran
gen polimorfisme Angiotensin Converting Enzime (ACE), dan
angiotensinogen pada pasien dengan mikroalbuminuria telah dilaporkan oleh
sebuah penelitian dengan 180 sampel. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
albuminuria dengan insersi dan delesi dalam gen ACE tetapi kadar albuminuri
meningkat pada pasien homozigot dengan genotip DD. Tetapi penelitian ini belum
cukup kuat untuk diambil sebuah kesimpulan.
7)
Riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya
Nefropati
diabetik, yang merupakan suatu penyakit ginjal kronis, merupakan penyebab
terjadinya gagal ginjal terminal yang juga merupakan komplikasi dari penyakit
kardiovaskuler. Mekanisme patogenesis antara penyakit kardiovaskuler dan
timbulnya nefropati diabetik belum diketahui dengan pasti. Faktor risiko yang
sudah diketahui menyebabkan timbulnya nefropati diabetik dan penyakit
kardiovaskular adalah hiperglikemi, hipertensi, peningkatan kadar kolesterol
LDL, dan albuminuria. Sedangkan faktor-faktor lain yang diduga merupakan faktor
risiko adalah hiperhomosisteinemia, inflamasi/stres oksidatif, peningkatan
produk akhir glikasi, dimetilarginin asimetrik, dan anemia.
2. Komplikasi
Makrovaskular
Penyakit
kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia,
Penyakit
pembuluh darah perifer, Hipertensi timbul akibat
aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan
plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul
lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis
menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan
penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.
Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang
balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia
merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar
insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar
insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali
lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga
berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.
a. Hipertensi
Penderita
DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang tidak
menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat memicu
terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara
35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan
pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah
b. Penyakit
Jantung Koroner
DM
merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding
yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner
menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah
yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung, penyempitan
pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat, sehingga dapat
mengakibatkan kematian mendadak.
Berdasarkan
studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner. Ateroskierosis
koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada
koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri dada paroksismal
serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan
hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan
mereda setelah
beristirahat atau mendapat nitrat
sublingual.
Akibat
yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak
mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala ini dapat tidak timbul pada
pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.
c. Stroke
Aterosklerosis
serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes.
Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering
timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes.
Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul
gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:
(a) Pusing, sinkop;
(b) Hemiplegia: parsial atau total; (c) Afasia sensorik dan
motorik; dan (d) Keadaan pseudo-dementia
d.
Ulkus
Diabetik
Ulkus
adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau
selaput lendir dan
ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer.
Ulkus
Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes
Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar
LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus
Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis
pada dinding pembuluh darah.
Ulkus
kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang
berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes.
Faktor
utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan
infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
e. Penyakit
pembuluh darah
Proses
awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi pada
seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan
meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnya terjadi payah
jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding
pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan
keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok.
Penyakit
pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes
dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit
pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah
mencapai fase IV. Faktor-faktor neuropati,
makroangiopati dan mikroangiopati
yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada
penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor
pencetus koma, ataupun kematian.
3. Neuropati
Umumnya
berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50
% diderita oleh penderita DM. Manifestasi
klinis dapat berupa
gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di
mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri.
Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan.
Neuropati
disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya
peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan
Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf,
demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi.
Baik penderita DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena neuropati. Hal ini bisa
terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan
berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Akibatnya saraf tidak bisa mengirim
atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau
terlambat dikirim.
Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya
kerusakan saraf. Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan
kelemahan otot sampai membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom
dapat mempercepat denyut jantung dan membuat muncul banyak keringat. Kerusakan
saraf sensoris (perasa) menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas,
dingin, atau meraba. Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan,
rasa tebal, atau nyeri. Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa
tebal pada kaki, karena tidak ada rasa nyeri, orang tidak tahu adanya infeksi.
4. Gangguan Pada Hati
Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak
makan gula bisa bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini
keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri.
Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih
mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu,
penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena
mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis
kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena
infeksi tau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering
ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty
liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan
gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena
bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.
5. Gangguan Saluran Pencernaan
Mengidap
DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara lambung akan
rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal
ini mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama
tinggal di dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering diutarakan oleh
penderita DM adalah sukar buang air besar, perut gembung, dan kotoran keras.
Keadaan sebaliknya adalah kadang-kadang menunjukkan keluhan diare, kotoran
banyak mengandung air tanpa rasa sakit perut.
6. TB Paru
Penyebab meningkatnya
insiden tuberkulosis paru
pada pengidap diabetes dapat berupa defek pada fungsi sel-sel imun dan mekanisme
pertahanan pejamu. Mekanisme
yang mendasari terjadinya hal tersebut masih belum dapat dipahami
hingga saat ini, meskipun telah terdapat sejumlah hipotesis mengenai peran
sitokin sebagai suatu molekul
yang penting dalam mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain
itu, ditemukan juga aktivitas bakterisidal leukosit yang berkurang
pada pasien DM, terutama pada
mereka
yang memiliki kontrol gula darah yang buruk.
Meningkatnya
risiko TB pada pasien DM diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag
alveolar atau limfosit T.
Wang et al.11 mengemukakan adanya peningkatan jumlah makrofag alveolar matur
(makrofag alveolar hipodens) pada
pasien
TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan jumlah limfosit T yang
signifikan antara pasien TB dengan
DM
dan pasien TB saja. Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada
pasien TB yang disertai DM, yang
dianggap bertanggung jawab terhadap lebih hebatnya
perluasan TB dan jumlah bakteri
dalam sputum pasien TB dengan DM.
G. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus
Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya
menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta
perawatan penderita DM, terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah
terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal
sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya
pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan
masyarakat.
Usaha
pencegahan pada penyakit DM terdiri dari : Pencegahan primordial yaitu
pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko
untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang
belum terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk
terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah
agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan
tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun
sudah terjadi komplikasi.
1.
Pencegahan Primordial
Pencegahan
primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/resiko
terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang
yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki
faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya
dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti
penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur,
pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat
yang bersifat diabetagenik.
2.
Pencegahan Primer
Sasaran
dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi,
yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan
penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
Pada
pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai
tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor
tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah,
perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan jasmani.
a.
Penyuluhan
Edukasi
DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM. Disamping
kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok
masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan.
Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM adalah definisi penyakit
DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya-upaya menekan
DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta
pemeliharaan kaki.
b.
Latihan Jasmani
Latihan
jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang
peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak
berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar
glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan
jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain:
b.1.
Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah
b.2.
Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa
b.3. Membantu
menurunkan berat badan
b.4.
Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
b.5. Mengurangi
resiko penyakit kardiovaskular
Laihan
jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.
c.
Perencanaan Pola Makan
Perencanaan
pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM. Seluruh
penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk
penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya
dihitung berdasarkan kondisi individu pasien.
Perencanaan
makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini tidak
ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar
yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat,
protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %.
Jumlah
asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak
berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan
jasmani.
3.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan
sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi
dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk
pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama
kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang
tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk
mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan
pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM memegang
peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
a.
Diagnosis Dini Diabetes
Mellitus
Dalam
menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan pemeriksaan kadar
glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien yang umum
dilakukan adalah :
a.1. Pemeriksaan
kadar glukosa darah setelah puasa.
Kadar
glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl. Seseorang
didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari
126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa diambil dari
pembuluh vena.
a.2. Pemeriksaan
kadar glukosa darah sewaktu.
Jika
kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan test
lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah
arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.
a.3. Test
Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
Test
ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan
dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam
< 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.
Selain
pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated
haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk
dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah.18 Nilai yang
dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin
tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh
karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.
Ketika
kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula
darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata
kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar
gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga.
Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan
(sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar
gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun
pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan
baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak
terkontrol dengan baik.
b.
Pengobatan Segera
Intervensi
fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam obat yang
diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral
(OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3 golongan
yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid), penambah sensitivitas
terhadap insulin (Metformin dan Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa
(penghambat glukosidase alfa).
Selain
2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi kombinasi yaitu
dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika dengan OHO tunggal
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi
kombinasi OHO dengan insulin apabila ada kegagalan pemakaian OHO baik tunggal
maupun kombinasi.
4.
Pencegahan Tersier
Pencegahan
tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan
yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan
tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami
kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan
untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit
makroangiopati.
Dalam
upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter
mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi
pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang perlu
disuluhkan mengenai :
a.
Maksud, tujuan, dan
cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b.
Upaya rehabilitasi yang
dapat dilakukan
c.
Kesabaran dan ketakwaan
untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan komplikasi kronik.
Pelayanan
kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama
disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli
disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler,
radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah
gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan
kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin.
Berbagai faktor penyebab yang dapat memicu timbulnya penyakit ini secara umum
disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Berdasarkan distribusi
terjadinya penyakit ini, insidensi dan prevalensi penyakit ini terus terjadi
peningkatan dari tahun ke tahun dan di perkirakan akan terus meningkat sejalan
dengan perubahan gaya hidup masyarakan modern saat ini.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menekan laju
pertambahan jumlah penderita diabetes mellitus ini, mulai dari pencegahan
primordial pada masyarakat yang belum sakit, hingga dengan upaya pengendalian
dan pengawasan pada penderita diabetes mellitus agar tidak menjadi berat dan
tidak menimbulkan komplikasi. Jika pun komplikasi telah terjadi agar penderita
tetap dapat menjalani hidupnya dan penyakit tersebut tidak dapat menggaggu
kehidupan penderita lebih lanjut.
B. Saran
1. Diharapkan
dengan pengetahuan yang bertambah, mahasiswa dapat menekan kejadian diabetes
mellitus ini agar tidak terus bertambah khususnya untuk diri pribadi
2. Diharapkan
analisa yang dilakukan dapat memberikan kontribusi pada pembuat kebijakan,
minimal dalam skala pendidikan.
3. Diharapkan
pemecahan masalah yang diberikan memberikan keuntungan pada berbagai pihak
tanpa ada unsur yang hanya memberi keuntungan hanya pada pihak tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
0 Komentar