Menurut
Notoatmodjo (2012), suatu kegiatan atau program dapat dikategorikan ke
dalam pemberdayaan masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan
nonintriktif serta dapat memperkuat, meningkatkan atau mengembangkan potensi
masyarakt setempat, guna mencapai tujuan yang diharapkan. Bentuk-bentuk
pengembangan potensi masyarakat tersebut bermacam-macam, antara lain sebagai
berikut:
1.
Tokoh atau Pemimpin Masyarakat (Community Leaders)
Di subuah
masyarakat apapun, baik pedesaan, perkotaan, maupun pemukiman elit atau
pemukiman kumuh, secara alamiah, akan terjadi kristalisasi adanya pemimpin atau
tokoh masyarakat. Pemimpin atau tokoh masyarakat (Toma) ini dapat bersifat
formal (Camat, Lurah, Ketua RW/RT) maupun informal (Ustad, Pendeta Kepala Adat,
dan sebagainya). Pada tahap awal pemberdayaan masyarakat, maka petugas atau provider kesehatan terlebih dahulu
melakukan pendekatan-pendekatan kepada para tokoh masyarakat. Seperti telah
kita ketahiu bersama bahwa masyarakat kita masih paternalistic atau masih berpola (menganut) kepada seseorang atau
“sosok” tertentu di masyarakatnya, yakni tokoh masyarakat. Apapun yang
dilakukan oleh pemimpin masyarakat akan diikuti atau dianut oleh bawahan atau masyarakat.
Sebagai petugas atau provider
kesehatan harus memanfaaatka tokoh masyarakat ini sebagai potensi yang harus
dikembangkan untuk pemberdayaan masyarakat.
2.
Organisasi Masyarakat (community organization)
Dalam suatu
masyarakat selalu ada organisasi-organisasi kemasyarakatan, baik formal maupun
informal, misalnya: PKK, Karang Taruna, Majelis Taklim, Kelompok-kelompok
Pengajian, Koperasi-koperasi, dan sebagainya. Organisasi-organisasi masyarakat
ini meripakan potensi yang baru dimanfaatkan dan merupakan mitra kerja dalam
upaya memberdayakan masyarakat. Pengalaman telah membuktikan bahwa posyandu dan
polindes yang juga telah menjadi organisasi masyarakat, merupakan wujud kerja
sama dari kemitraaan antara Puskesmas, pemerintah setempat, PKK, dan sebagainya.
Namun, sayangnya, pertumbuhan pusyandu di sebagian besar tempat tampak
dipaksakan dari atas (Puskesmas). Hal ini disebabkan karena Dinas Kesehatan
atau Puskesmas menargetkannya berdasarkan asumsi jumlah balita yang ada di
setiap lingkungan. Seharusnya Posyandu dibentuk bukan berdasarkan terget dari
Puskesmas, tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat. Demikian pula
kegiatan Posyandu pun seragam, terutama isi penyuluhan hanya mencakup gizi,
diare, dan keluarga berencana. Seharusnya, khusus isi materi penyuluhan di
dasarkan pada masalah setempat. Misalnya, apabila di wilayah itu termaksuk
endemis malaria atau filariasis, maka materi malaria atau filariasis juga
dimasukkan dalam penyuluhan.
3.
Pendanaan Masyarakat (Community Fund)
Dana sehat
telah berkembang di Indonesia sejak tahun 1970-an, mula-mula di Jawa Tengah
yang akhirnya meluas di berbagai daerah di Indonesia. Kemudian dana sehat ini
berkembang, dan oleh Depertemen Kesehatan diperluas dengan nama program JPKM
(Jminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Dengan adanya program JPKM dari
pemerintah, dalam hal ini Depertemen Kesehatan, dana sehat yang sebelumnya
telah tumbuh dari bawah ini, justru makin hilang dari masyarakat. Sebenarnya
baik dana sehat maupun JPKM mempunyai prinsip yang sama yakni “yang sehat
membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin” prinsip ini adalah inti
gotong-royong sebagai salah satu prinsip dari pemberdayaan masyarakat seperti
telah diuraikan di atas. Disamping dana sehata atau JPKM, pada saat ini
diberbagai daerah yang difasilitasi oleh LSM yang bekerja sama dengan Dinas
Kesehatan telah dikembangkan berbagai bentuk Community Fund antara lain Tabulin (tabungan ibu bersalin), dan
Tassia (tabungan suami sayang ibu dan anak). Baik Tabulin maupun Tassia adalah
bentuk community fund tumbuh dari
masyarakat, peranan provider atau
petugas adalah sebatas memfasilitasi. Dana Sehat/JPKM, Tabulin atau Tassia
adalah contoh-contoh potensi masyarakat dalam sebagai perwujudan community fund yang perlu dijaga
kelestariannya dan dikembangkan.
4.
Material Masyarakat (Community Material)
Sumber daya
alam adalah slah satu potensi masyarakat. Masing-masing daerah atau tempat
mempunyai sumber daya alam yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan untuk
pembangunan. Di daerah Banjarnegara, ada beberapa desa yang dekat kali dan kali
tersebut menghasilkan banyak batu. Dengan bergotong-royong masyarakat setempat
yang dipimpin oleh kepala desa, batu-batu tersebut dapat digunakan untuk
pengerasan jalan yang menuju ke fasilitas kesehatan (Puskesmas). Dengan fasilitas
jalan yang telah diperkeras tersebut memudahkan masyarakat mengakses pelayanan
kesehatan. Hal serupa terjadi di Pulau Lembeh Sulawesi Utara, dengan kekayaan
alam batu dan pasir, melalui tradisi “Mapalus” (gotong-royong), terwujudnya
rumah sehat bagi seluruh warga. Dengan adanya prestasi di desa ini, WHO
memberikan penghargaan (award) untuk
masyarakat di pulau ini.
Contoh lain
terjadi di daerah Purwokerto, di suatu desa yang kekurangan air bersih.
Berdekatan dengan desa tersebut ada mata air (water spring) yang cukup besar. Oleh pimpinan masyarakat setempat
dan memperoleh bantuan teknis dari Universitas Jendral Sudirman, sumber air
tersebut dimanfaatkan atau dikelola. Masyarakat setempat diorganisasikan dan
bergotong-royong untuk membuat saluran air kerumah-rumah. Salauran atau pipa
air yang digunakan adalah berdasarkan teknologi tepat guna, yakni dari bambu
yang banyak tersedia di desa tersebut.
5.
Pengetahuan Masyarakat (Community Knowledge)
Semua bentuk
penyuluhan kesehatan kepada masyarakatmerupakan contoh pemberdayaan masyarakat
yang meningkatkan komponen pengetahuan masyarakat (Community Knowledge). Dalam hal ini kegiatan penyuluhan kesehatan
akan bernuansa pemberdayaan masyarakat apabila dilakukan dengan pendekatan community base health education.
Contoh:
lomba membuat poster tentang pesan-pesan kesehatan pada event tertentu misalnya hari jadi kota, atau hari kesehatan
nasional. Disediakan hadiah bagi pemenang untuk memotivasi para warga setempat.
Hasilnya (yang dimenangkan) tidak dikumpulkan, tetapi dipasang di temapat umum,
misalnya Posyandu, di balai desa, dan sebagainya. Demikian pula hasil atau
setiap pemenang poster pesan-pesan kesehatan yang terpasang akan menjadi sumber
pengetahuan masyarakat (Community
Knowledge
).
6.
Teknologi mayarakat (Community Technology)
Di beberapa
komunitas telah tersedia teknologi sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan program kesehatan. Misalnya penyaringan air bersih dengan
menggunakan pasir atau arang, untuk pencahayaan rumah sehatmenggunakan genteng
dari tanah yang di tengahnya ditaruh kaca, untuk pengawetan makanan dengan
pengasapan dan sebagainya. Teknologi-teknologi sederhana yang lahir dari
masyarakat ini sebenarnya merupakan potensi untuk pemberdayaan masyaraakat.
Petugas atau provider kesehatan sebenarnya
dapat mengadopsi dan memodifikasinya sehingga dapat dimanfaatkan di tempat lain
atau diperluas.
Contoh lain
adalah penyederhanaan deteksi dini penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut) dari tanda-tanda teknis medis ke tanda-tanda yang mudah diukur oleh
masyarakat, dengan menghitung frekuensi napas. Bila seorang bayi usia 2-12
bulan menderita bentuk pilek napasnya cepat lebih dari 50 kali/menit, anak
tersebut menderita pneumonia dan harus dirujuk ke petegas kesehatan. Artinya,
di masyarakat tersebut telah tersedia “teknologi tepat guna” untuk mendeteksi
penderita pneumonia, sehingga setiap orang dapat melakukannya.

0 Komentar