BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Makhluk
hidup di alam ini menempati tempat-tempat tertentu sesuai dengan habitatnya.
Ada yang hidup di air, di tanah/darat, maupun di udara. Tempat hidup di dunia
ini tidak bertambah luas, sementara pertambahan jumlah makhluk hidup relatif
bertambah. Hal ini menyebabkan makin banyaknya makhluk hidup yang menempati
permukaan bumi sehingga ekosistem di muka bumi ini semakin sempit (Gumilar. I
2012).
Makhluk
hidup akan menjalin hubungan saling ketergantungan antar makhluk hidup di dalam
komunitas. Selain itu, makhluk hidup juga akan menjalin hubungan dengan
lingkungannya. Makhluk hidup sangat bergantung kepada lingkungan. Hubungan
antara makhluk hidup dengan lingkungannya akan membentuk ekosistem. Ekosistem
merupakan tempat berlangsungnya hubungan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, sangat perlu memahami konsep tentang ekosistem,
komponennya dan cara untuk menjaga dan melestarikannya agar makhluk hidup dan
lingkungannya dapat tetap melangsungkan hidupnya (Gumilar. I 2012).
Dalam kehidupan
sehari-hari, terutama di
daerah perdesaan, tentunya anda sering melihat petani sedang
mencangkul lahan, membajak, menanam, mengairi
sawah, memupuk, dan
kegiatan lainnya. Kegiatan
petani ini sebetulnya telah
dilakukan jauh beberapa
abad yang lalu.
Secara tidak langsung mereka
sudah mengetahui adanya hubungan antara tanaman dengan tanah, tanaman dengan
air, tanaman dengan unsur hara, dan lain sebagainya. Apa yang
dilakukan petani tersebut
sebenarnya sudah mengaplikasikan tentang ekologi.
Jadi aplikasi ekologi
sebenarnya telah dilakukan
oleh manusia jauh sebelum
istilah ekologi itu
sendiri diperkenalkan oleh
para pakar ekologi. Pada pertanian masa kini, manusia sudah banyak
menerapkan prinsip-prinsip alami untuk
mendukung proses-proses ekologis
yang baik. Pada jaman
nenek moyang bertani
dengan cara masih
sangat sederhana, tetapi pada
saat ini telah
menerapkan prinsip-prinsip ekologi (Utomo, dkk, 2015).
Berdasarkan
uraian diataslah yang melatarbelakangi penulisan makalah mengenai Ekosistem.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah
Pembiayaan Kesehatan yaitu:
1.
Apa yang dimaksud
dengan ekosistem?
2.
Hal apa saja yang
terkait dengan ekosistem?
3.
Apa masalah yang
menjadi kendala dalam ekosistem?
4.
Bagaimana upaya
mengatasi masalah ekosistem?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari
makalah Pembiayaan Kesehatan yaitu:
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan ekosistem.
2. Untuk
memaparkan hal-hal yang terkait dengan ekosistem.
3. Untuk
mengetahui masalah yang menjadi kendala dalam ekosistem.
4. Untuk
mendeskripsikan upaya-upaya dalam mengatasi masalah ekosistem.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ekosistem
Ekosistem
adalah suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat hubungan antara struktur
dan fungsi. Struktur yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem tersebut adalah
berhubungan dengan keanekaragaman spesies (species diversity). Ekosistem yang
mempunyai struktur yang kompleks, memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi.
Sedangkan istilah fungsi dalam definisi ekosistem menurut A.G. Tansley
berhubungan dengan siklus materi dan arus energi melalui komponen komponen
ekosistem (Gumilar. I, 2012).
Di dalam
ekosistem, organisme yang
ada selalu berinteraksi
secara timbal balik dengan
lingkungannya. Interaksi timbal
balik ini membentuk suatu sistem
yang kemudian kita
kenal sebagai sistem
ekologi atau ekosistem. Dengan
kata lain ekosistem merupakan suatu satuan fungsional dasar yang menyangkut proses
interaksi organisme hidup
dengan lingkungannya.
Lingkungan yang dimaksud dapat
berupa lingkungan biotik (makhluk hidup) maupun abiotik (non makhluk hidup).
Sebagai suatu sistem, di dalam suatu
ekosistem selalu dijumpai
proses interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya, antara
lain dapat berupa adanya aliran energi, rantai makanan, siklus biogeokimiawi,
perkembangan, dan pengendalian (Utomo, dkk, 2015).
Ekosistem juga
dapat didefinisikan sebagai
suatu satuan lingkungan yang melibatkan
unsur-unsur biotik (jenis-jenis
makhluk) dan faktor-faktor fisik (iklim, air, dan tanah)
serta kimia (keasaman dan salinitas) yang saling berinteraksi satu
sama lainnya. Gatra
yang dapat digunakan
sebagai ciri keseutuhan ekosistem
adalah energetika (taraf trofi atau
makanan, produsen, konsumen, dan redusen),
pendauran hara (peran
pelaksana taraf trofi),
dan produktivitas (hasil keseluruhan
sistem). Jika dilihat
komponen biotanya, jenis yang
dapat hidup dalam
ekosistem ditentukan oleh
hubungannya dengan jenis lain
yang tinggal dalam
ekosistem tersebut. Selain
itu keberadaannya ditentukan juga oleh keseluruhan jenis dan
faktor-faktor fisik serta kimia yang menyusun ekosistem tersebut (Utomo, dkk,
2015).
B.
Struktur
Ekosistem
Menurut
Utomo, dkk (2015), bila kita memasuki
suatu ekosistem, baik
ekosistem daratan maupun perairan, akan
dijumpai adanya dua
macam organisme hidup
yang merupakan komponen biotik
ekosistem. Kedua macam
komponen biotik tersebut adalah
(a) autotrofik dan (b) heterotrofik.
1. autotrofik,
terdiri atas organisme
yang mampu menghasilkan
(energi) makanan dari bahan-bahan anorganik dengan proses fotosintesis
ataupun kemosintesis. Organisme ini
tergolong mampu memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri. Organisme ini sering disebut produsen.
2. heterotrofik,
terdiri atas organisme yang menggunakan, mengubah atau
memecah bahan organik kompleks yang telah ada yang dihasilkan oleh komponen
autotrofik. Organisme ini termasuk golongan konsumen, baik makrokonsumen maupun
mikrokonsumen.
Menurut Utomo, dkk (2015), Secara struktural
ekosistem mempunyai enam
komponen sebagai berikut:
1.
Bahan anorganik yang
meliputi C, N, CO, H2O, dan lain-lain. Bahan-bahan ini akan
mengalami daur ulang.
2.
Bahan organik yang
meliputi karbohidrat, lemak, protein, bahan humus, dan lain-lain.
Bahan-bahan organik ini
merupakan penghubung antara komponen biotik dan abiotik.
3.
Kondisi iklim yang meliputi faktor-faktor iklim, misalnya
angin, curah hujan, dan suhu.
4.
Produsen adalah
organisme-organisme
autotrof, terutama tumbuhan berhijau daun
(berklorofil).
Organisme-organisme ini mampu
hidup hanya dengan bahan
anorganik, karena mampu
menghasilkan energi makanan sendiri,
misalnya dengan fotosistesis.
Selain tumbuhan berklorofil, juga
ada bakteri kemosintetik
yang mampu menghasilkan energi kimia melalui reaksi kimia. Tetapi peranan bakteri
kemosintetik ini tidak begitu besar jika dibandingkan dengan tumbuhan
fotosintetik.
5.
Makrokonsumen adalah
organisme heterotrof, terutama
hewan-hewan seperti kambing, ular,
serangga, dan udang.
Organisme ini hidupnyatergantung pada
organisme lain, dan
hidup dengan memakan
materi organik.
6.
Mikrokonsumen
adalah organisme-organisme heterotrof, saprotrof, dan osmotrof, terutama
bakteri dan fungi.
Mereka inilah yang
memecah materi organik yang
berupa sampah dan
bangkai, menguraikannya sehingga
terurai menjadi unsur-unsurnya (bahan
anorganik). Kelompok ini juga disebut sebagai organisme pengurai atau
dekomposer.
Komponen-komponen 1,
2, dan 3,
merupakan komponen abiotik/nonbiotik, atau
komponen yang tidak
hidup, sedangkan komponenkomponen 4, 5, 6, merupakan komponen yang
hidup atau komponen biotik (Utomo, dkk, 2015).
Pada umumnya
komponen abiotik merupakan
pengendali organisme dalam melaksanakan
peranannya di dalam
ekosistem. Bahan-bahan anorganik
sangat diperlukan oleh produsen untuk hidupnya. Bahan-bahan ini juga merupakan
penyusun dari tubuh
organisme, demikian juga
bahan organik. Bahan organik
sangat diperlukan oleh
konsumen (makro maupun mikrokonsumen) sebagai
sumber makanan. Produsen
dengan proses fotosintesis adalah
merupakan komponen penghasil
energi kimia atau makanan. Merekalah yang menghasilkan
energi makanan yang nantinya juga digunakan
oleh konsumen. Kemudian
komponen mikrokonsumen atau pengurai bertanggung jawab untuk
mengembalikan berbagai unsur kimia ke alam (tanah),
sehingga nantinya dapat
digunakan oleh produsen
dankeberadaan ekosistem akan
terjamin. Bilamana peran
setiap komponen tersebut tidak
dapat berjalan, kelangsungan
ekosistem akan terancam. Demikian pula
apabila peran tersebut
berjalan pada kecepatan
yang tidak semestinya, misalnya
tersendat-sendat,
keseimbangan di dalam
ekosistem akan mudah terganggu (Oka. A, 2011).
Menurut
Sukerta (2012) Berdasarkan peranannya komponen biotik dalam ekosisteem dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
1. Produsen
Adalah
makhluk hidup yang dapat membuat makanan sendiri dengan bantuan sinar matahari
melalui proses fotosintesis. Contoh : semua tumbuhan hijau
2. Konsumen
Adalah
makhluk hidup yang tidak dapat membuat makanan sendiri dan menggunakan makanan
yang dihasilkan oleh produsen baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh
: hewan dan manusia. Berdasarkan tingkatannya konsumen dibedakan menjadi empat,
yaitu :
a. Konsumen
I/primer adalah konsumen/makhluk hidup yang memakan produsen. Contoh :
herbivora/hewan pemakan tumbuhan
b. Konsumen
II/sekunder adalah konsumen/makhluk hidup yang memakan konsumen I. Contoh :
karnivora/hewan pemakan daging
c. Konsumen
III/tertier adalah konsumen/makhluk hidup yang memakan konsumen II. Contoh :
omnivora/hewan pemakan segala.
d. Konsumen puncak adalah konsumen terakhir atau
hewan yang menduduki urutan teratas dalam peristiwa makan dimakan.
3. Pengurai
Pengurai
disebut juga redusen adalah jasad renik yang dapat menguraikan makhluk lain menjadi
zat hara. Contoh : bakteri dan jamur.
C.
Tipe
Ekosistem
Menurut
Utomo, dkk (2015), Pada dasarnya di Indonesia terdapat empat kelompok ekosistem utama, yaitu (1) ekosistem bahari,
(2) ekosistem darat alami, (3) ekosistem suksesi, dan (4) ekosistem buatan.
1.
Ekosistem
Bahari
Ekosistem bahari
dapat dikelompokkan lagi
ke dalam ekosistem
yang
lebih kecil
lagi, yaitu: ekosistem
laut dalam, pantai
pasir dangkal, terumbu karang, pantai
batu, dan pantai
lumpur. Dalam setiap
ekosistem pada ekosistem bahari ada
perbedaan dalam komponen penyusunnya, baik biotik maupun abiotik.
2.
Ekosistem
Daratan Alami
Pada
ekosistem darat alami
di Indonesia terdapat
tiga bentuk vegetasi utama, yaitu
(1) vegetasi pamah
(lowland vegetation), (2)
vegetasi pegunungan dan (3) vegetasi monsun.
a.
Vegetasi pamah
merupakan bagian terbesar
hutan dan mencakup kawasan yang
paling luas di
Indonesia, terletak pada
ketinggian 0-1000 m. Vegetasi pamah
terdiri dari vegetasi rawa dan vegetasi darat. Vegetasi rawa terdapat di
tempat yang selalu
tergenang air dan
membentuk urutan yang menerus
dari air terbuka
sampai hutan campuran.
Di Indonesia terdapat beberapa bentuk
vegetasi rawa bergantung
pada kedalaman, salinitas
dan kualitas air, serta
kondisi drainase dan
banjir. Beberapa contoh
vegetasi pamah adalah hutan
bakau, hutan rawa
air tawar, hutan
tepi sungai, hutan rawa gambut, dan komunitas danau.
b. Vegetasi
pegunungan sangat beraneka ragam dan
sering menunjukkan pemintakatan
yang jelas, sesuai
dengan pemintakatan flora
yang berlaku untuk semua
kawasan tropik. Vegetasi
pegunungan dapat diklasifikasi menjadi hutan
pegunungan, padang rumput,
vegetasi terbuka pada
lereng berbatu, vegetasi rawa gambut dan danau, serta vegetasi alpin.
c. Vegetasi monsun
terdapat di daerah
yang beriklim kering
musiman dengan Q >
33,3 % dan
evapotranspirasi melebihi curah
hujan yang umumnya kurang
dari 1500 mm/tahun.
Jumlah hari hujan
selama empat bulan terkering
berturut-turut kurang dari 20. Musim kemarau pendek sampai kemarau panjang
terjadi pada pertengahan
tahun. Beberapa contoh
diantaranya adalah hutan monsun, savana, dan padang rumput.
3.
Ekosistem
Suksesi
Ekosistem suksesi
adalah ekosistem yang
berkembang setelah terjadi perusakan terhadap
ekosistem alami yang
terjadi karena peristiwa
alami maupun karena kegiatan
manusia atau bila
ekosistem buatan tidak
dirawat lagi dan dibiarkan
berkembang sendiri menurut
kondisi alam set empat. Ekosistem
ini dapat dibedakan
menjadi dua kelompok,
yaitu (1) ekosistem suksesi primer dan (2) ekosistem
suksesi sekunder.
a. Ekosistem suksesi
primer berkembang pada
substrat baru seperti permukaan tanah
terbuka yang ditinggalkan,
tanah longsor atau
pemapasan tanah untuk penambangan
dan pembuatan jalan,
timbunan abu atau
lahar yang dimuntahkan letusan
gunung berapi, timbunan
tanah bekas galian, endapan pasir pantai dan endapan
lumpur di tepi danau dan tepi sungai atau muara.
b. Ekosistem
suksesi sekunder berkembang setelah
ekosistem alami rusak total tetapi tidak
terbentuk substrat baru
yang diakibatkan khususnya
oleh kegiatan manusia, seperti penebangan hutan habis-habisan dan pembakaran.
Ekosistem ini juga
dapat berkembang dari
ekosistem buatan yang ditinggalkan yang
kemudian berkembang secara
alami seperti yang
terjadi pada perladangan berpindah
atau sistem rotasi
yang meninggalkan lahan garapan untuk diberakan setelah dua
atau tiga kali panen.
4.
Ekosistem
Buatan
Di
samping ekosistem alam
ada ekosistem buatan
manusia, seperti danau, hutan
tanaman, dan agroekosistem (sawah tadah hujan, sawah irigasi, sawah surjan,
sawah rawa, sawah
pasang surut, kebun
pekarangan, kolam, dan lain-lain).
Sebagai gambaran dari
ekosistem buatan akan
diuraikan mengenai ekosistem kolam dan ekosistem padang rumput.
a. Ekosistem
Kolam
Kolam merupakan
salah satu contoh
ekosistem yang sederhana, sehingga mudah
dipelajari dan sangat
sesuai untuk diperkenalkan
kepada pemula. Meskipun sederhana
dan mudah dipelajari,
kolam merupakan ekosistem yang sempurna, lengkap dengan ke enam komponen
serta prosesprosesnya.
b. Ekosistem
Padang Rumput
Kalau kolam
merupakan contoh ekosistem
perairan, maka padang
rumput merupakan suatu
contoh ekosistem daratan.
Salah satu perbedaan yang mencolok
antara ekosistem perairan dengan
daratan adalah pada produsen.
Di perairan, produsen
utamanya adalah fitoplankton
yang berukuran mikroskopik.
Produsen di perairan adalah tumbuhan air, yang tubuhnya kecil, lemah tanpa
jaringan penguat, sehingga
biomassanya kecil. Di
daratan dijumpai produsen dengan
tubuh yang besar,
bahkan berupa pohon
yang besar dengan jaringan
penguat yang kokoh, sehingga biomassanya besar.
c. Ekosistem
Sawah
Sawah
masuk ke dalam ekosistem buatan karena keberadaan sawah dibuat oleh manusia
sebagai pemenuh kebutuhan hidup akan makanan. Manusia berperan penting dalam
ekosistem sawah. Baik dalam pembentukan struktur, komponen, dan pengaturan
sawah.
d. Ekosistem
Hutan Buatan
Sebagai
contoh dalam pembahasan ekosistem hutan buatan, akan diambil hutan mangrove.
Mangrove berfungsi membantu melindungi pantai dari erosi (abrasi) oleh air
laut, angin ribut, dan gelombang laut. Mereka mencegah erosi garis pantai
dengan bertindak sebagai penghalang dan penangkap material alluvial, sehingga
menstabilkan ketinggian daratan dengan membentuk daratan baru untuk mengimbangi
hilangnya sedimen.
e. Ekosistem
Waduk
Waduk
atau sering disebut danau buatan yang besar merupakan salah satu perairan umum
yang merupakan perairan buatan (artificial water-bodies), yang dibuat dengan
cara membendung badan sungai tertentu. Pembangunan waduk/bendungan merupakan
salah satu upaya dalam pengelolaan konservasi sumber daya air.
D.
Faktor
yang Mempengaruhi Ekosistem
Menurut Gumilar.I
(2012), berikut adalah faktor yang mempengaruhi kondisi ekosistem yaitu:
1.
Perubahan
Ekosistem secara Alami
Akhir-akhir ini sering terjadi bencana
alam berupa gunung meletus atau gempa bumi. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat
menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem. Misalnya, di hutan sekitar Gunung
Merapi di Jawa Tengah banyak hewan, tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya yang
hidup di sana. Jika terjadi gunung meletus di Gunung Merapi maka makhluk hidup
di sana akan banyak yang mati. Begitu pula dengan bencana alam gempa yang
terjadi di Indonesia. Dengan peristiwa alam yang terjadi, ekosistem akan
berubah secara drastis. Dalam sebuah ekosistem, jika salah satu makhluk hidup
berkurang makan akan mempengaruhi keadaan makhluk hidup yang lainnya. Peristiwa
alam lain yang juga dapat merusak kesimbangan ekosistem adalah kebakaran hutan.
Baik disengaja maupun tidak sengaja kebakaran hutan mengakibatkan kerusakan
ekosistem yang ada di dalamnya. Bahkan dapat memusnahkan makhluk hidup yang ada
di dalamnya.
2.
Perubahan
Ekosistem akibat Perbuatan Manusia
Manusia selalu berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhannya, manusia
memanfaatkan alam dan lingkungannya. Namun pemanfaatannya secara berlebihan
tanpa memikirkan akibatnya. Apa saja kegiatan manusia yang dapat menyebabkan
perubahan ekosistem bahkan kerusakan ekosistem.
a. Pencemaran.
(pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan
industri.
b. Terjadinya
banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan
kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
c. Terjadinya
tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.
d. Penebangan
hutan secara liar (penggundulan hutan)
e. Perburuan
liar
f. Merusak
hutan bakau.
g. Penimbunan
rawa-rawa untuk pemukiman.
h. Pembuangan
sampah di sembarang tempat.
i. Bangunan
liar di daerah aliran sungai (DAS)
3.
Pengaruh
Penggunaan Bahan Kimia
Kerusakan lingkungan yang terjadi
akhir-akhir ini sudah tergolong sangat parah. Pencemaran lingkungan sudah
terjadi di hampir wilayah. Indonesia sebagai negara berkembang, memiliki
tingkat kerusakan lingkungan yang tinggi. Selain akibat dari peristiwa alam dan
ulah manusia yang sengaja merusak lingkungan untuk kepentingan pribadi,
penggunaan bahan kimia di lingkungan sekitar kita, tanpa kita sadari dapat
merusak lingkungan dan ekosistemnya. Misalnya, penggunaan pupuk buatan yang tidak
sesuai dengan takaran yang seharusnya. Petani biasanya menggunakan pupuk untuk
menyuburkan tanaman. Karena keinginan untuk menghasilkan produksi pertanian
yang tinggi maka patani tidak jarang menggunakan pupuk secara berlebihan.
Walaupun diberikan dalam jumlah banyak, namun tanaman pertanian memiliki
kemampuan sendiri dalam menyerap pupuk. Akibatnya kelebihan pupuk tersebut akan
mengendap di dalam tanah. Jika terjadi hujan, maka pupuk yang tidak digunakan
itu akan ikut dalam aliran air. Misalnya, aliran air itu bermuara di sungai
atau danau. Pada mulanya pupuk yang berada di dalam danau ini akan menyuburkan
tanaman air. Namun, jika jumlahnya sangat banyak pertumbuhan tanaman air
tersebut menjadi tidak terkendali. Dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dari
tanaman air akan menutup perairan sehingga merintangi atau mengganggu
transportasi air, mempercepat pendangkalan perairan, menyumbat saluran irigasi
serta instalasi pembangkit listrik tenaga air.
E.
Masalah-masalah
dalam Ekosistem
Menurut Wardhani. M. K
(2011), masalah-masalah ekosistem yaitu:
1. Kepunahan
Kepunahan
dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau sekelompok
takson. Waktu kepunahan sebuah
spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies tersebut, walaupun
kemampuan untuk berkembang biak tidak ada lagi sebelumnya. Spesies
punah terutama karena mereka tidak mampu beradaptasi dengan perubahan
lingkungan. Hewan dengan makanan atau habitat persyaratan khusus, seperti panda
raksasa (yang feed hampir secara eksklusif pada bambu), sangat rentan terhadap
perubahan lingkungan.
Spesies
generalis yang memakan banyak jenis makanan dan hidup dalam berbagai pengaturan
jauh lebih mampu bertahan dalam lingkungan yang berubah. Sebagai contoh, rakun
adalah penduduk kota yang umum, di mana mereka mencari makanan dari tong sampah
bukan dari sungai. Selain itu, spesies dengan waktu generasi lama yang
menghasilkan beberapa keturunan sering rentan terhadap kepunahan. Jika populasi
hewan ini sangat kecil, itu dikenakan kepunahan dari berbagai faktor, seperti
gangguan dan penyakit.
2.
Kebakaran hutan
Di
masa lalu membakar hutan merupakan suatu metode praktis untuk membuka lahan.
Pada awalnya banyak dipraktekan oleh para peladang tradisional atau peladang
berpindah. Namun karena biayanya murah praktek membakar hutan banyak
diadopsi oleh perusahaan-perusahaan kehutanan dan perkebunan.
Di
lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah kebakaran hutan dan
pembakaran hutan. Pembakaran identik dengan kejadian yang disengaja pada
satu lokasi dan luasan yang telah ditentukan. Gunanya untuk membuka lahan,
meremajakan hutan atau mengendalikan hama. Sedangkan kebakaran hutan lebih pada
kejadian yang tidak disengaja dan tak terkendali. Pada prakteknya proses
pembakaran bisa menjadi tidak terkendali dan memicu kebakaran.
3. Masuknya
hewan kepemukiman manusia
Areal
pemukiman yang dekat dengan hutan tentu sangat berisiko didatangi hewan liar.
Harimau menganggap area pemukiman merupakan areanya untuk mencari makan.
Sehingga dengan leluasa harimau masuk kedalam pemukiman warga. Namun celakanya
warga menganggap harimau yang masuk kedalam pemukiman sebagai pengganggu yang
harus disingkirkan. Harimau dianggap berbahaya karena dapat menyerang warga dan
dapat menyerang hewan ternak warga. Hal ini akan semakin buruk jika kerusakan
hutan yang terjadi diarea tempat mencari makan harimau mengalami
kerusakan. Bila terjadi kerusakan hutan
maka otomatis daerah mencari makan harimau semakin berkurang, sehingga hewan
ini akan lebih sering masuk kepemukiman warga untuk mencari makanan. Bila hal ini sudah terjadi maka penyelesaian
masalahnya akan semakin sulit.
4. Pencemaran
lingkungan
Tindakan
manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, secara tidak sengaja telah
menambahjumlah bahan anorganik pada perairan dan mencemari air. Misalnya,
pembuangan detergen ke perairan dapat berakibat buruk terhadap organisme yang
ada di perairan. Pemupukan tanah persawahan atau ladang dengan pupuk buatan,
kemudian masuk ke perairan akan menyebabkan pertumbuhan tumbuhan air yang tidak
terkendali yang disebut eutrofikasi atau blooming. Beberapa jenis tumbuhan
seperti alga, paku air, dan eceng gondok akan tumbuh subur dan menutupi
permukaan perairan sehingga cahaya matahari tidak menembus sampai dasar
perairan. Akibatnya, tumbuhan yang ada di bawah permukaan tidak dapat
berfotosintesis sehingga kadar oksigen yang terlarut di dalam air menjadi
berkurang.
F.
Upaya
Menagatasi Masalah dalam Ekosistem.
Menurut Pramudiyanto
(2014), upaya mengatasi masalah ekosistem yaitu:
1. Penghijauan atau reboisasi lahan yang telah rusak.
2. Hentikan penebangan liar dan terapkan sistem tebang
pilih.
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara ekosistem.
4. Menegakkan
peraturan perlindungan lingkungan hidup guna menjaga keseimbangan ekosistem.
5. Buang sampah pada tempatnya.
6. Pengendalian bahan bakar fosil.
7. Penataan lahan pemukiman yang lebih efektif.
8. Perlindugan flora dan fauna.
G.
Homeostasis
Ekosistem
Setiap ekosistem
mampu menjaga dan mengendalikan dirinya
sendiri dari gangguan yang
berasal dari luar, termasuk komponen-komponen biotik maupun abiotik
yang ada di
dalamnya. Ekosistem mempunyai
kemampuan untuk menangkal berbagai
perubahan ataupun gangguan
yang dialaminya sehingga terjagalah
keseimbangan yang ada
di dalamnya. Keseimbangan ekosistem disebut
homeostasis ekosistem. Mekanisme
homeostasis ini sangat rumit
dan menyangkut banyak
faktor serta mekanisme,
termasuk di dalamnya adalah
mekanisme penyimpanan bahan/materi,
pelepasan unsur hara, pertumbuhan populasi, produksi, dan
penguraian/dekomposisi (Utomo. I, 2015).
Meskipun ekosistem
mempunyai kemampuan untuk
menangkal setiap gangguan dari
luar untuk menjaga
keseimbangannya, tetapi kemampuan tersebut ada batasnya. Manusia yang
sebetulnya merupakan salah satu unsur dalam
ekosistem, justru seringkali
merupakan pengganggu yang
terbesar terhadap
kelangsungan hidup ekosistem
itu sendiri. Hal
ini terjadi ketika manusia memanfaatkan sumber daya alam
untuk kesejahteraan mereka (Utomo. I, 2015).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdsarkan pembahasan
yang ada, dapat kita simpulkan beberapa hal mengenai rumusan masalah yang
dikuemukakan yaitu:
B.
Saran
Berdasarkan
isi dari makalah ini, diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi kita semua
khususnya mahasiswa kesehatan masyharakat yang perlu memahami beberapa hal
penting dalam adminitrasi kebijakan kesehatan seperti yang terkait dengan
makalah ini yaitu subsistem pembiayaan kesehatan. Selain itu, kekurnagan yang
terdapat dalam makalah ini dapat terevaluasi dan menjadi perbaikan untuk
penyusunan mkalah lainnya.
0 Komentar