MAKALAH EPIDEMOLOGI PENYAKIT MENULAR
Neglected Disease (Frambusia)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TADULAKO
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Frambusia adalah penyakit
menular, kumat-kumatan, bukan termaksud penyakit menular venerik, yang
disebabkan oleh Treponema palidum subs.
pertinue dengan gejala utama pada kulit dan tulang.
Penyakit frambusia ini
merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa dikatakan
hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat
kesukuan yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Pada awalnya, koreng yang
penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit,
atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada
kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi.
Walaupun hampir seluruh lesi frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi
bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang umum. Setelah 5 -10
tahun, 10% dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami lesi yang
merusak yang mampu mempengaruhi tulang rawan, kulit, serta jaringan halus yang
akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma sosial.
Beban penyakit Selama
periode 1990an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang
terdapat hanya di tiga negara di Asia Tenggara, yaitu India, Indonesia dan
Timor Leste. Berkat usaha yang gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak
terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak tahun 2004. Sebelumnya,
penyakit ini dilaporkan terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan pada
umumnya didapati pada suku-suku didalam masyarakat. India kini telah
mendeklarasikan pemberantasan penyakit frambusia dengan sasaran tidak adanya
lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan India bebas dari penyakit ini
sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence + No sero positive cases among < 5
children.
Di Indonesia, sebanyak
4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan 8 dari 30 provinsi 95% dari keseluruhan
jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya dilaporkan dari empat provinsi,
yaitu : Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan
program pemberantasan penyakit ini sempat tersendat pada tahun-tahun terakhir,
terutama disebabkan oleh keterbatasan sumber daya. Upaya-upaya harus diarahkan
pada dukungan kebijakan dan perhatian yang lebih besar sangat dibutuhkan demi
pelaksanaan yang lebih efektif dan memperkuat program ini.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang di maksud dengan frambusia?
2.
Bagaimana
epidemiologi dari penyakit frambusia?
3.
Bagaimana
riwayat alamiah frambusia?
4.
Bagaimana
rantai penularan frambusia
5.
Bagaimana
upaya pencegahan dan pengawasan frambusia?
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian frambusia
2.
Untuk
mengetahui epidemiologi dari penyakit frambusi
3.
Untuk
mengetahui riwayat alamiah frambusia
4.
Untuk
mengetahui rantai penularan frambusia
5.
Untuk
mengetahui upaya pencegahan dan pengawasan frambusia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Frambusia
Penyakit framboesia atau patek adalah suatu penyakit kronis,
relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang disebut
Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit
ini amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan
penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa
dengan istilah “ora Patheken”. Framboesia termasuk penyakit menular yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini terkait dengan,
sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan
diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan
kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah,
pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan
salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa dan alami karena sifatnya yang
tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita.
Frambusia adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan
termaksud penyakit menular venerik, yang disebabkan oleh Treponema palidum subs. pertinue dengan gejala utama
pada kulit dan tulang. Penyakit
frambusia ini hanya ada di daerah yang beriklim tropis yang memiliki kelembaban
tinggi dan juga terdapat pada masyarakat yang memiliki sosio-ekonomi rendah.
2.2 Epidemiologi
Frambusia
Prevalensi frambusia
secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan
penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga menekan
peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia mulai ditemukan lagi di
sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan penyebaran infeksi tetap
berfokus di daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia, India dan Thailand Asia
Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan, Papua New Guinea, kasus frambusia
selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim.
Penurunan prevalensi
Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai pada tahun 1995 dengan
prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000
penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan
propinsi, strategi pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu
jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan
Sumatera, lebih dari 1 kasus per 100.000
penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk
menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa
Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah
kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak
kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi,
Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3
faktor yang penting, yaitu faktor host (manusia), agent (vector) dan
environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan.
1.
Agent
Penyebab penyakit
frambusia adalahTreponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta. Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :
a.
Infektivitas
dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan
penjamu.
b.
Patogenesitas
dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan
kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
c.
Virulensi
penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan
merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada
10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang
merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
d.
Toksisitas
yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh
penjamu.
e.
Invasitas
dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan
yang lainnya.
f.
Antigenisitas
yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di
dalam sang penjamu.
2.
Host
Manusia dan mungkin
Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang tertular penyakit ini. Ditemukan pada
anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada laki-laki.
3.
Environment
a.
Lingkungan
Fisik:
Di daerah tropis di
pedesaan yang panas dan lembab. Di daerah endemik frambusia prevalensi infeksi
meningkat selama musim hujan. Menurut WHO (2006) bahwa kasus frambusia di
Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa
(Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia yang meliputi Nusa
Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
b.
Lingkungan
social ekonomi:
Kepadatan penduduk,
kurangnya persediaan air bersih, dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang
buruk, baik perorangan maupun pemukiman. Kurangnya fasilitas kesehatan umum
yang memadai dan kontak langsung dengan kulit penderita penyakit Framboesia. Pengetahuan
masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa
penyakit ini merupakan hal biasa dialami karena sifatnya yang tidak menimbulkan
rasa sakit pada penderita.
2.3 Riwayat Alamiah
Frambusia
Riwayat alamiah suatu penyakit adalah
perkembangan penyakit tanpa campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya
sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural.
- Manfaat mempelajari riwayat alamiah perjalanan penyakit :
Untuk diagnostik : masa inkubasi dapat dipakai pedoman penentuan
jenis penyakit, misal dalam KLB (Kejadian Luar Biasa)
Untuk Pencegahan : dengan mengetahui rantai perjalanan penyakit
dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan
penyakit.
Untuk terapi : terapi biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada
tahap perjalanan awal penyakit, adalah waktu yang tepat untuk pemberian terapi,
lebih awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan.
- Tahapan Riwayat alamiah perjalanan penyakit :
1.
Tahap Pre-Patogenesa
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara
pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia,
dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam
tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit
dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini
disebut sehat.
2.
Tahap Patogenesa
a.
Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi adalah
masuknya bibit penyakit kedalam tubuh pejamu, tetapi gejala- gejala penyakit
belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda. Jika
daya tahan tubuh tidak kuat, tentu penyakit akan berjalan terus yang
mengakibatkan terjadinya gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh. Pada suatu saat
penyakit makin bertambah hebat, sehingga timbul gejalanya. Garis yang membatasi
antara tampak dan tidak tampaknya gejala penyakit disebut dengan horison
klinik.
b.
Tahap Penyakit Dini
Tahap penyakit dini
dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini pejamu
sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih ringan. Umumnya penderita masih dapat
melakukan pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat.
Selanjutnya, bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan,
karena penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan.
Tahap penyakit dini ini
sering menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat
pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak datang
berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit
yang di derita, sehingga saat datang berobat sering talah terlambat.
3.
Tahap Penyakit Lanjut
Apabila penyakit makin
bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita
telah tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya
telah memerlukan perawatan.
4.
Tahap Akhir Penyakit
Perjalanan penyakit pada
suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit tersebut dapat berada
dalam lima keadaan, yaitu :
a.
Sembuh sempurna :
penyakit berakhir karena pejamu sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan
fungsi tubuh kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit.
b.
Sembuh tetapi cacat :
penyakit yang diderita berakhir dan penderita sembuh. Sayangnya kesembuhan
tersebut tidak sempurna, karena ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang
dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat
oleh mata, tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan
cacat sosial.
c.
Karier : pada karier,
perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena gejala penyakit memang tidak
tampak lagi. Padahal dalam diri pejamu masih ditemukan bibit penyakit yang pada
suatu saat, misalnya jika daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul
kembali. Keadaan karier ini tidak hanya membahayakan diri pejamu sendiri,
tetapi juga masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan.
d.
Kronis : perjalanan
penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit tidak berubah, dalam arti tidak
bertambah berat dan ataupun tidak bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu
saja tidak menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam
keadaan sakit.
e.
Meninggal dunia :
terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan karena sembuh, tetapi karena
pejamu meninggal dunia. Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap
tindakan kedokteran dan keperawatan.
Penyakit frambusia
ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil (papiloma) pada
muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Lesi kemudian menyebar membentuk lesi
yang khas berbentuk buah frambus (raspberry) dan terjadi ulkus (luka terbuka).
Stadium lanjut dari penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di
daerah yang terkena dan akan mengakibatkan disabilitas dimana sekitar 10-20
persen dari penderita yang tidak diobati akan cacat seumur hidup dan
menimbulkan stigma social, yang tentunya akan mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat
2.4 Rantai
Penularan Frambusi.
Prinsipnya
berdasarkan kontak langsung dengan eksudat pada lesi awal dari kulit orang yang
terkena infeksi. Penularan tidak langsung melalui kontaminasi akibat menggaruk,
barang-barang yang kontak dengan kulit dan mungkin juga melalui lalat yang
hinggap pada luka terbuka, namun hal ini belum pasti. Suhu juga mempengaruhi
morfologi, distribusi dan tingkat infeksi dari lesi awal.
Cara Penularan Frambusia
Penularan penyakit
frambusia dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005), yaitu :
a.
Penularan
secara langsung (direct contact).
Penularan
penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain.
Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema
pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit
orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala
menular dengan selaput lendir.
b.
Penularan
secara tidak langsung (indirect contact) .
Penularan
secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau
serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan
gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang
terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh
masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan:
1.
Infeksi
effective.
Infeksi
ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak,
menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi
effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup
virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal
terhadap penyakit frambusia.
2.
Infeksi
ineffective.
Infeksi
ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat
berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala
penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke
dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang
mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia (Depkes,
2005). Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung
sedangkan penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).
a.
Masa
Inkubasi: Dari 2 hingga 3 minggu
b.
Masa
Penularan: Masa penularan bervariasi dan dapat memanjang yang muncul
secara intermiten selama beberapa tahun barupa lesi basah. Bakteri penyebab
infeksi biasanya sudah tidak ditemukan pada lesi destruktif stadium akhir.
c.
Kerentanan
dan Kekebalan: Tidak ada bukti adanya kekebalan alamiah atau adanya
kekebalan pada ras tertentu. Infeksi menyebabkan timbulnya kekebalan terhadap
reinfeksi dan dapat melindungi orang tersebut terhadap infeksi dari kuman golongan
treponema lain yang patogen.
2.5 Upaya Pencegahan
dan Pengawasan Frambusia
a.
Upaya pencegahan
frambusia
1.
Jagalah kebersihan
diri dengan mandi pakai sabun setiap hari
2.
Cuci pakaian setiap
habis dipakai dan tidak bergantian dengan pakaian bekas dipakai penderita
3.
Hindari kontak
langsung dengan luka penderita
4.
Segera obati jika
ditemukan penderita
5.
Semua orang yang
pernah kontak dengan penderita tidak boleh terlewatkan untuk mendapatkan
pertolongan.
6.
Pengawasan frambusi
b.
Pengawasan
penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya;
1.
Laporan
kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa
negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan
tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal dan non venereal
dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang
penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan
di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode
selanjutnya.
2.
Isolasi:
Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi lingkungan
sampai luka sembuh.
3.
Disinfeksi
serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan
buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4.
Karantina:
Tidak perlu
5.
Imunisasi
terhadap kontak: Tidak perlu
6.
Investigasi
terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan penderita
harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif
diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah,
obati semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap
orang yang kontak dengan sumber infeksi.
7.
Pengobatan
spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan
terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G
(Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10
tahun.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub
spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui
kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema
pertenue, adalah penyakit menular bukan seksual pada manusia yang pada umumnya
menyerang anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit
frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil
(papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan
bertahan sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Pada awalnya, koreng
yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak dari kulit ke
kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan,
maupun pengelupasan.
Penularan
penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat
mengalami 2 kemungkinan yaitu Infeksi effective dan Infeksi ineffective.
Terdapat 3 stadium Frambusia yang dikenal, yakni : Stadium Primer, Stadium
Sekunder, dan Stadium Tersier.
Pencegahan
dan Pemberantasan penyakit Frambusia dapat dilakukan dengan cara yaitu : Upaya
Pencegahan; Pengawasan Penderita, Kontak, dan Lingkungan Sekitarnya; dan Upaya Penanggulangan
Wabah.
3.2 Saran
Saran
kami sangat mengharapkan agara makalah ini menjadi acuan dalam mempelajari
tentang Neglected Disease (Frambusia) dan
kami berharap makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tapi berguna juga
bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
0 Komentar