Prevalensi anemia dan indikator
Berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia
pada ibu hamil sebesar 63,5% tahun 1995, turun
menjadi 40,1% pada tahun 2001,
dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5%. Kekurangan zat besi akan berisiko pada
janin dan ibu hamil sendiri. Janin akan mengalami gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Selain itu, mengakibatkan kematian
pada janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) (Waryana, 2010). Pada ibu hamil, anemia defisiensi besi yang berat dapat
menyebabkan kematian dikutip dari (Basari, 2007) dalam (Iswanto &
Ichsan, 2012)
Darwin Karyadi (1987) bahwa
prevalensi anemi dan gizi kurang masih tinggi di Indonesia. Dipertegas juga
oleh Jill (1987) bahwa prevalensi anemi gizi, kekurangan vitamin B1 dan dalam
keadaan gizi kurang masih tinggi di Indonesia. Di antara beberapa masalah gizi
utama yang terdapat di Indonesia, maka anemia gizi terutama kurang zat besi
adalah yang paling umum dijumpai. Prevalensi anemia gizi pada pekerja di
Indonesia terdapat sebanyak 40 % dan banyak dijumpai pada pekerja berat.
Prevalensi anemia gizi ini tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Prevalensi
yang tinggi membawa akibat yang tidak baik terhadap individu maupun masyarakat,
karena menurunkan kualitas manusia dan sosial ekonomi, serta menghambat
pembangunan bangsa. Hal ini erat hubungannya dengan konsekuensi fungsional
anemia gizi tersebut, yaitu menurunkan produktifitas kerja di kutip dari
(Husaini, 1997 dan Sri Handajani, 1996) dalam (Ayu & Agung, n.d.)
0 Komentar