Iklan atas - New

Makalah anemia gizi besi


ANEMIA GIZI BESI
1.    Pengertian anemia gizi besi
Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan merupakan masalah gizi yang paling banyak dijumpai pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS). Anemia menduduki urutan ke-4 dari 10 besar kelompok penyakit terbanyak di Indonesia dan juga urutan ke-4 dari 25 jenis penyakit yang diderita oleh kaum perempuan (Depkes, 2005; WHO, 2007).
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena pembentukan sel-sel darah merah terganggu akibat kadar zat besi dalam darah berkurang. Kekurangan zat besi yang semakin berat akan menyebabkan semakin berat anemia yang diderita di kutip dari (Wirakusumah, 1998) dalam (Sianturi & Tanjung, 2007)
Menurut Patimah (2007) bahwa zat besi merupakan prekursor yang sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin dan sel darah merah (eritrosit) (Sianturi & Tanjung, 2007)
Defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibanding dengan defisiensi zat gizi lain seperti asam folat, vitamin B12, protein, vitamin, dan trace elements lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, anemia gizi zat besi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: kandungan zat besi dalam makanan sehari-hari yang kurang, penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan parasit di dalam tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, diare, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi anemia gizi antara lain: pemberian preparat zat besi dalam rangka penanggulangan jangka pendek dan menengah, meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber zat besi, penggunaan bahan makanan yang telah difortifikasi, dan penanggulangan parasit cacing tambang dan penyakit infeksi di kutip dari (Wirakusumah, 1998). dalam (Sianturi & Tanjung, 2007)
Anemia defisiensi besi merupakan masalah umum dan luas dalam bidang gangguan gizi di dunia. Prevalensi anemia defisiensi besi masih tergolong tinggi sekitar dua miliar atau 30% lebih dari populasi manusia di dunia yang terdiri dari anak-anak, wanita menyusui, wanita usia subur, dan wanita hamil (WHO, 2011). Wanita hamil berisiko tinggi mengalami anemia defisiensi besi karena kebutuhan zat besi meningkat secara signifikan selama kehamilan di kutip dari (Waryana, 2010) dalam (Iswanto & Ichsan, 2012)
Wanita dalam kasus masuk jenis anemia apa?
2.    Prevalensi anemia dan indikator
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia pada ibu hamil sebesar 63,5% tahun 1995, turun
menjadi 40,1% pada tahun 2001, dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5%. Kekurangan zat besi akan berisiko pada janin dan ibu hamil sendiri. Janin akan mengalami gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Selain itu, mengakibatkan kematian pada janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Waryana, 2010). Pada ibu hamil, anemia defisiensi besi yang berat dapat menyebabkan kematian dikutip dari (Basari, 2007) dalam (Iswanto & Ichsan, 2012)
Darwin Karyadi (1987) bahwa prevalensi anemi dan gizi kurang masih tinggi di Indonesia. Dipertegas juga oleh Jill (1987) bahwa prevalensi anemi gizi, kekurangan vitamin B1 dan dalam keadaan gizi kurang masih tinggi di Indonesia. Di antara beberapa masalah gizi utama yang terdapat di Indonesia, maka anemia gizi terutama kurang zat besi adalah yang paling umum dijumpai. Prevalensi anemia gizi pada pekerja di Indonesia terdapat sebanyak 40 % dan banyak dijumpai pada pekerja berat. Prevalensi anemia gizi ini tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Prevalensi yang tinggi membawa akibat yang tidak baik terhadap individu maupun masyarakat, karena menurunkan kualitas manusia dan sosial ekonomi, serta menghambat pembangunan bangsa. Hal ini erat hubungannya dengan konsekuensi fungsional anemia gizi tersebut, yaitu menurunkan produktifitas kerja di kutip dari (Husaini, 1997 dan Sri Handajani, 1996) dalam (Ayu & Agung, n.d.) prevalensi di indonesia dan di sulawesi tengah

3.    Indikator anemia gizi besi
Salah satu indikator status gizi masyarakat adalah prevalensi anemia gizi besi. Anemia gizi besi merupakan masalah gizi mikro terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia subur (WUS). Anemia terjadi pada 45% wanita di negara berkembang dan 13% di negara maju. Terdapat 12% WUS di Amerika Serikat berusia 15-49 tahun dan 11% wanita hamil usia subur mengalami anemia. Di beberapa negara, prevalensi anemia defesiensi besi pada remaja putri yaitu: 82,5% di Bangladesh, 23% di China, 42,2% di Filipina, dan 74,7% di India di kutip dari (Demaeyer, 2003) dalam (Ayu & Agung, n.d.)
Berdasarkan analisis yang didukung oleh WHO/Bank Dunia, “Global Burden of Disease,” anemia defisiensi besi menduduki peringkat ketiga terbesar sebagai masalah kesehatan berdasarkan DALY (Dissability-Adjusted Life Years) pada wanita usia 15-44 tahun (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, FKUI, 2007). (Ayu & Agung, n.d.)
Anemia gizi besi pada remaja putri merupakan masalah yang umum dijumpai terutama di negara-negara berkembang seperti halnya di Indonesia, prevalensi anemia pada remaja putri menurut Depkes RI (2007) masih cukup tinggi yaitu sebesar 28%. Data SKRT tahun 2004 juga menyatakan bahwa prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja putri cenderung naik dan yang tertinggi 57,1% dibandingkan kelompok lain pada balita 40,5%, ibu hamil 50,1% dan ibu nifas 45,1%. Hasil RISKESDAS 2007 juga menunjukkan angka kejadian anemia gizi Besi sebesar 19,7% terjadi pada perempuan dewasa (≥15 tahun) (Ayu & Agung, n.d.) indikator hemoglobin????? Masalah kesmas?
5. Implikasi Anemia
Menurut (K. Anemia, 1989) Akibat Anemia Defisiensi Besi Akibat-akibat yang merugikan kesehatan pada individu yang menderita anemi gizi besi adalah
1.    Bagi bayi dan anak (0-9 tahun)
a. Gangguan perkembangan motorik dan koordinasi.
b. Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar.
c. Gangguan pada psikologis dan perilaku
2. Remaja (10-19 tahun)
a. Gangguan kemampuan belajar
b. Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik
c. Dampak negatif terhadap sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit infeksi
3. Orang dewasa pria dan wanita
a. Penurunan kerja fisik dan pendapatan.
b. Penurunan daya tahan terhadap keletihan
4.Wanita hamil
a. Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
b. Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
c. Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir rendah
Anemia dapat membawa dampak yang kurang baik bagi remaja, Anemia yang terjadi pada remaja makadapat menyebabkan dampak keterlambatan pertumbuhan fisik, gangguan perilaku serta emosional. Hal ini dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan sel otak sehingga dapat menimbulkan dampak daya tahan tubuh menurun,mudah lemas dan lapar, konsentrasi belajar terganggu, prestasi belajar menurun serta dapat mengakibatkan produktifitas kerja yang rendah (Daris, Wibowo, Notoatmojo, & Rohmani, 2013)
Anemia pada remaja akan berdampak pada penurunan konsentrasi belajar, penurunan kesegaran jasmani, dan gangguan pertumbuhan sehingga tinggi badan dan berat badan tidak mencapai normal. Kehamilan pada usia remaja juga memberi efek yang panjang yaitu menyebabkan kematian ibu, bayi, atau risiko melahirkan bayi dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah). Pada siklus hidup manusia, remaja wanita (10-19 tahun) merupakan salah satu kelompok yang rawan terhadap anemia (S. Anemia, Putri, Of, & Adolescent, 2015)
Anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama di Negara berkembangan termasuk Indonesia di kutip dari (Pediatrica Gajah Mada, 2010) dalam (Putrihantini & Erawati, 2013)
Anemia defisiensi besi mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak, yang dapat berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi, serta penurunan kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi di sekolah di kutip dari (Weiss dkk, 2005) dalam (Putrihantini & Erawati, 2013)
Dampak anemia gizi besi pada remaja adalah menurunnya produktivitas kerja ataupun kemampuan akademis disekolah, karena tidak adanya gairah belajar dan konsentrasi belajar. Anemia gizi besi juga dapat mengganggu pertumbuhan dimana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna, menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Berdasarkan siklus daur hidup, anemia gizi besi pada saat remaja akan berpengaruh besar pada saat kehamilan dan persalinan, yaitu terjadinya abortus, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, mengalami penyulit lahirnya bayi karena rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik serta risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang menyebabkan kematian maternal (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010). Penyebab utama anemia gizi besi pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, perdarahan patologis akibat penyakit malaria atau infeksi parasit seperti cacingan, Penyebab lainnya dari anemia defisiensi besi adalah dikarenakan asupan dan serapan zat besi yang tidak adekuat, yaitu dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti teh secara bersamaan pada waktu makan, Faktor lain terjadinya anemia gizi besi pada remaja putri yaitu pengetahuan yang kurang tentang anemia, sikap yang tidak mendukung, pendidikan ibu maupun tingkat sosial ekonomi keluarga (Ayu & Agung, n.d.)

6. Pencegahan dan penanggulangan anema gizi besi
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia gizi besi, yaitu:
1.      Meningkatkan komsumsi besi dari sumber alami, terutama makanan sumber hewani yang mudah diserap dan meningkatkan komsumsi makanan yang banyak mengandung vitami A dan C untuk membantu penyerapan besi dan pembentukan hemoglobin
2.      Melakukan fortifikasi bahan makanan yaitu menambah besi, asam folat, vitamin A dan asam amino essensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran
3.      Melakukan suplementasi besi folat secara rutin kepada penderita anemia selama jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kadar hemoglobin penderita secara cepat (Depkes 1996 dalam Zulaekah, Kesehatan, & Surakarta, n.d.)
Daftar Pustaka
Ayu, I. G., & Agung, A. R. I. (n.d.). Pengaruh perbaikan gizi kesehatan terhadap produktivitas kerja.
Iswanto, B., & Ichsan, B. (2012). DEFISIENSI BESI DENGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET BESI DI PUSKESMAS KARANGDOWO , KLATEN, 5(2), 110–118.
Sianturi, S., & Tanjung, M. (2007). TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN MENCIT JANTAN ( Mus musculus L .) ANEMIA STRAIN DDW MELALUI INDUKSI, 3, 49–54.
Anemia, K. (1989). Anemia defisiensi besi, 140–145.
Anemia, S., Putri, R., Of, S., & Adolescent, A. (2015). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11(1), 80–86.
Daris, C., Wibowo, T., Notoatmojo, H., & Rohmani, A. (2013). Hubungan Antara Status Gizi dengan Anemia pada Remaja Putri di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 3 Semarang Relationship Between Nutritional Status With Anemia in Young Women in Junior High School of Muhammadiyah 3 Semarang, 1, 3–7.
Putrihantini, P., & Erawati, M. (2013). DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK USIA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR NEGERI ( SDN ) SUSUKAN 04 UNGARAN TIMUR, 1(2), 99–103.
Zulaekah, S., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (n.d.). Peran pendidikan gizi komprehensif untuk mengatasi masalah anemia di indonesia, 169–178.

Posting Komentar

0 Komentar