Makalah
Epidemiologi
“Neglected Disease (Kusta)”
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur kami
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatnya sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan Makalah Neglected Disease (penyakit kusta) makalah ini untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah ‘Epidemiologi Penyakit Menular’ Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Tadulako.
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai defini dari penyakit
kusta, epidemiologi penyakit kusta berdasarkan orang, waktu dan tempat, riwayat
alamiah penyakit kusta serta upaya pencegahan, pengawasan penderita dan
penanggulangan penyakit kusta (Neglected Disease).
Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan baik segi penyusunan maupun isinya. oleh
karena itu Kritik dan saranyang bersifat membina dan membangun sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan tugas selanjutnya. Akhir kata, kami berharap semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyakit
kusta merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan masalah yang
sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis saja tetapi
meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan kesehatan nasional.
Pada
tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu revolusi
eliminasi kusta tahun 2000, sehingga penyakit kusta tidak lagi menjadi suatu
masalah kesehatan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan upaya pencegahan atau
eliminasi kusta oleh lembaga-lembaga kesehatan baik tingkat global maupun
lokal, serta membutuhkan strategi sehingga mampu menurunkan angka penderita
kusta (WHO, 2012).
Pada
umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang dan sebagian
besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat
keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai
di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan social ekonomi pada masyarakat (Kemenkes, 2012).
Di
Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi dengan
unit pelayanan kesehatan (puskesmas sudah dilakukan sejak pelita I). Adapun
sistem pengobatan yang dilakukan sampai awal pelita III yakni tahun 1992,
pengobatan dengan kombinasi (MDT) mulai digunakan di Indonesia.
Menurut
data dari World Health Organization (2011) diperkirakan jumlah pasien
baru kusta di dunia pada tahun 2011 sebesar 219.075 penderita, dengan penderita
terbanyak di regional Asia Tenggara (160.132 penderita), regional Amerika
(36.832 penderita), regional Afrika (12.673 penderita), dan sisanya berada di
regional lain di dunia. Berdasarkan data tersebut, Indonesia menduduki 2
peringkat ke tiga (20.032 penderita) di dunia setelah India (127.295 penderita)
dan Brazil (33.955 penderita). Pada
tahun 2012 kasus baru penyakit kusta di Provinsi Jawa Tengah tipe Multi
Basiler 1.308 kasus dan tipe Pausi Basiler 211 kasus dengan Newly
Case Detection Rate (NCDR) sebesar >7 per 100.000 penduduk dengan
kabupaten tertinggi Brebes (228), Tegal (215), Pekalongan (138) dan Pemalang
(103). Keberhasilan kabupaten dinyatakan sebagai daerah beban rendah kusta
apabila memenuhi indikator NCDR kurang dari 5 per 100.000 penduduk atau jumlah
total penemuan kasus baru kurang dari 30 kasus pertahun selama tiga tahun
berturutturu serta jumlah kasus baru dengan cacat tingkat 2 dalam lima tahun
terakhir sebanyak kurang dari 25 kasus (Kemenkes, 2012). Untuk mengetahui
tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun)
di antara penderita baru sebesar 5% (Depkes, 2007). Sedangkan proporsi anak di
antara penderita baru pada tahun 2011 sebesar 10,14% (Depkes, 2011). Penyakit
kusta di Kabupaten Pemalang merupakan penyakit lama yang cenderung muncul
kembali. Jumlah penderita kusta baru dan lama di Kabupaten Pemalang pada tahun
2011 (115 penderita) mengalami penurunan 0,54% dari tahun 2010 (118 penderita)
dan pada tahun 2012 (157 penderita) mengalami kenaikan 42%. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Pemalang tahun 2012, NCDR 11,98 per 100.000 penduduk (Dinkes
Pemalang, 2012).
Dari
data surveilans terpadu Kabupaten Pemalang pada tahun 2012 diketahui jumlah
penderita kusta 235 kasus yang tersebar di seluruh puskesmas yaitu Puskesmas
Kabunan 35 penderita, Banjardawa 25 penderita, Losari 20 penderita, Kebandaran
19 penderita, Sarwodadi 13 penderita, Mulyoharjo 13 penderita, Banyumudal 13
penderita, Sedangkan kecamatan yang lainnya di bawah 10 Kasus, dengan peringkat
pertama Puskesmas Kebunan. Pada tahun 2012 kasus kusta di Puskesmas Kabunan
meningkat 82,85% (35 penderita) dari tahun 2011 (6 penderita). Pada tahun 2012
puskesmas Kabunan NCDR penderita kusta 24,12 per 10.000 penduduk melebihi
indikator yang telah ditetapkan (Dinkes Pemalang, 2012).
Faktor-faktor
yang berperan dalam penularan penyakit kusta yaitu usia, jenis kelamin, ras,
kesadaran sosial, dan lingkungan fisik. Beberapa faktor lain yang berperan
dalam kejadian dan penyebaran kusta antara lain iklim (cuaca panas dan lembab),
diet, status gizi, status sosial ekonomi, dan genetic (Amiruddin, 2012).
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahuai definisi penyakit kusta
2. Untuk
mengetahui epidemiologi penyakit kusta
3. Untuk
mengetahui riwayat alamiah penyakit kusta
4. Untuk
mengetahui cara penanggulangan penyakit kusta
C. Rumusan Masalah
1. Apa
definisi penyakit kusta?
2. Bagaiamana
epidemiologi penyakit kusta?
3. Bagaimana
riwayat alamiah penyakit kusta?
4. Bagaimana
cara penanggulangan penyakit kusta?
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Penyakit Kusta
Istilah
kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen,
sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen (Zulkifli, 2003).
Penyakit kusta
adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada
saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit
adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat
sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak,
dan mata.
B.
Epidemiologi
Penyakit kusta
berdasarkan orang, tempat dan waktu
Menurut Ress
(1975) bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari
dua hal yakni jumlah atau keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh
penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah
:
1.
Person (orang)
a) Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa Faktor
umur sangat berkaitan dengan sistem imun pada anak yang belum berkembang dengan
baik. Kontak sekali saja atau beberapa kali kontak dengan penderita kusta
menular yang banyak mengandung bakteri ini mungkin sudah cukup untuk tertular
penyakit tersebut (Kumar, et.al, 2005). Namun faktor umur tidak begitu
penting karena penyakit kusta ini dapat menyerang pada semua golongan umur.
b) Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
penelitian yang dilakukan oleh Peter, et.al (2002), menyatakan bahwa
terdapat perbedaan jumlah penderita kusta antara pria dan wanita. Kusta lebih
sering terjadi pada pria dibanding wanita dengan perbandingan masing-masing
hampir 2:1. Penularan pada pria berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan
setiap hari.
c) Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti
2. Waktu (time)
a)
lama
terjangkitnya : Mycobacterium leprae sebagai kuman penyebab penyakit ini sebenarnya sangat lambat dalam
memperbanyak diri sehingga masa inkubasi penyakit ini sekitar lima tahun.
Gejalanya dapat memakan waktu selama 20 tahun untuk muncul (Anonim, 2001). Pertumbuhan
optimal dari kuman kusta adalah pada suhu 270-30 derajat celcius.
3. Tempat (place)
a) sosial ekonomi : Umumnya negara-negara endemis kusta
adalah negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah
b)
Environment : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat. Faktor
lingkungan sangat besar hubungannya dengan kejadian penyakit kusta,
misalnya kurang menjaga kebersihan , karena bakteri ini masuk melalui
mukosa kulit. Akibat kontak langsung maupun tidak langsung. Dan bakteri ini
dapat hidup pada suhu 27ºC.
C. Riwayat alamiah penyakit kusta
1.
Riwayat Perjalanan Penyakit Kusta
Setelah membuahi kutu betina maka si pejantan mati. Kutu
betina yang sudah dibuahi akan membuat liang terowongan di kulit, kemudian
bertelur sekitar 40-50 butir telur, dan akan menetas setelah sekitar 3-5 hari.
Hasil penetasan (larva) kutu tersebut keluar ke permukaan kulit dan tumbuh
menjadi kutu dewasa dalam waktu sekitar 16-17 hari. (referensi lain menyebutkan
10-14 hari)..Pergerakan Sarcoptes scabiei dan telur di dalam terowongan
menyebabkan peradangan lokal. Reaksi alergi ini menyebabkan ruam sangat intens.
Orang-orang yang belum pernah terkena kudis mengembangkan
respon alergi dalam waktu enam minggu. Mereka yang telah memiliki kudis
sebelumnya akan mendapatkan ruam dalam beberapa hari. Rata-rata hanya ada
beberapa tungau betina yang menginfeksi per orang. Semacam ini infeksi
dapat berbahaya dan korban bahkan mungkin tidak menyadari hal itu. Kudis
menyebar dengan mudah melalui kontak lansung kulit-ke-kulit atau secara tidak
langsung melalui bekas duduk, sprei (alas) tempat tidur serta sprei. Tungau juga
bisa merangkak jarak jauh. Jika Anda menggaruk daerah yang terinfeksi, mereka
masuk ke dalam kuku Anda. Kemudian jika Anda menyentuh benda-benda umum seperti
laptop, tungau bisa drop di sana dan menulari orang lain.
Tanda-tanda seseorang terinfeksi : Rasa gatal terutama
waktu malam hari, tonjolan kulit (lesi) berwarna putih keabu-abuan sepanjang
sekitar 1 cm, kadang disertai nanah karena infeksi kuman akibat garukan.
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung
dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan
disajikan tanda-tanda secara umum tidak terlampau mendetail, agar dikenal oleh
masyarakat awam, yaitu:
1. Adanya bercak
tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia.
2. Pada bercak
putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan
banyak.
3. Adanya
pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus
seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis
dan mengkilat.
4. Adanya
bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit.
5. Alis rambut
rontok
6. Muka
berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
D. Upaya pencegahan, pengawasan penderita
dan penanggulangan
1.
Prinsip
pencegahan penyakit kusta
a.
Pencegahan primer yang
dapat dilakukan adalah :
1.
Penyuluhan
kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok
orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular
karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita
dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta.
Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit
kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat
yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta
adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006).
2.
Pemberian
imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit
kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di
Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat
memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua
kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian
penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian
beberapa negara memberikan hasil berbeda
pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).
b.
Pencegahan
sekunder
Pengobatan pada penderita kusta untuk
memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah
terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum
pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama
pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman
menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).
c.
Pencegahan
tersier
1.
Pencegahan
cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan
cacat kusta pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI,
2006) :
a.
Upaya
pencegahan cacat primer
meliputi penemuan dini
penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk
mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.
b.
Upaya
pencegahan cacat sekunder
meliputi perawatan diri
sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah
mengalami gangguan fungsi saraf.
1.
Rehabilitasi
kusta
Rehabilitasi merupakan
proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas
usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial untuk
suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan
rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga
memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang
akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006).
Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :
a. Latihan
fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya
kontraktur.
b. Bedah
rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat
tekanan yang berlebihan.
c. Bedah
plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
d. Terapi
okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada
tangan.
e. Konseling
dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyakit kusta
adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada
saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit
adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat
sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak,
dan mata.
2. Epidemiologi
penyakit kusta betdasarkan
orang waktu dan tempat, yaitu: berdasarkan orang (person), Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang
dewasa, Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti, Ras : Bangsa Asia
dan Afrika lebih banyak dijangkiti. Berdasarkan Waktu (time) lama
terjangkitnya : Mycobacterium leprae sebagai kuman penyebab
penyakit ini sangat lambat dalam memperbanyak diri sehingga masa inkubasi
penyakit ini sekitar lima tahun. Gejalanya dapat memakan waktu selama 20 tahun
untuk muncul. Berdasarkan tempat (place) Umumnya negara-negara endemis kusta adalah
negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah, Environment : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat.
3. Riwayat perjalanan penyakit kusta
yaitu, Setelah membuahi kutu betina maka si pejantan mati. Kutu
betina yang sudah dibuahi akan membuat liang terowongan di kulit, kemudian
bertelur sekitar 40-50 butir telur, dan akan menetas setelah sekitar 3-5 hari.
Hasil penetasan (larva) kutu tersebut keluar ke permukaan kulit dan tumbuh
menjadi kutu dewasa dalam waktu sekitar 16-17 hari. (referensi lain menyebutkan
10-14 hari)..Pergerakan Sarcoptes scabiei dan telur di dalam terowongan
menyebabkan peradangan lokal. Reaksi alergi ini menyebabkan ruam sangat intens.
4. Cara penanggulangan penyakit kusta
dibedakan menjadi 3 yaitu, secara primer, contoh penanggulangan secara primer
yaitu penyuluhan kesehatan dan pemberian imunisasi, penanggulangan secara
sekunder yaitu melalui pengobatan, dan penanggulangan secara tersier seperti
pencegahan cacat kusta dan rehabilitative kusta.
B. Saran
Untuk menanggulangi
penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintah mengadakan suatu program
pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan
sebagai penyembuhan pasien kusta dan mencegah
timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Hendaknya masyarakat yang
tinggal didaerah yang endemi akan kusta diberikan penyuluhan tentang, cara
menghindari, mencegah, dan mengetahui gejala dini pada kusta untuk mempermudah
pengobatanya. Karena di dunia kasus penderita kusta juga
masih tergolong tinggi maka perlu diadakanya penelitian tentang penanggulangan
penyakit kusta yang efektif
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta tahun 2012.
Syamsuar M, Deddy A. U, Agus B.
B 2012, ‘Gambaran
Faktor yang Berhubungan Dengan Penderita Kusta di Kecamatan Tamalate Kota
Makassar’, Indonesian Journal of
Public Health, Vol. 1, No. 1, HH. 10
- 17
Zulkifli, 2001.
Jurnal Penyakit Kusta dan Masalah yang ditimbulkannya. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatra Utara.
0 Komentar