Penyakit Tidak Menular (PTM)
merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan
status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status
kesehatan di suatu negara.
Secara
global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan
sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola
struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya
hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatar belakangi
prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak
menular semakin bervariasi dalam transisi epidemiologi.
Penyakit
tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang
ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi;
(7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis;
(11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek
dan kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM,
hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner,
penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan
stroke ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan
salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, yang
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron.
Diabetes Mellitus sering disebut
sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi
dan dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil
ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama
tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk
memeriksakan kadar glukosa darahnya. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta
penduduk dunia menderita DM dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150
juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita
Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003
meningkat menjadi 13,8 juta orang.
Pada
tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia
menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya
terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366
juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, Diabetes adalah suatu kondisi dengan kadar peningkatan glukosa dalam
darah (hiperglikemia) yang dapat
menimbulkan resiko pada mikrovaskular (retinoplati, nepropati, dan neuropati).
Ini berhubungan dengan usia harapan hidup, angka kesakitan jika terjadi
komplikasi antara diabetes dan microvaskular, dapat meningkatkan resiko
komplikasi makrovaskular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit
kardiovaskular), dan mengganggu kulaitas kehidupan. The American Diabetes
Association (ADA) memperkirakan kerugian akibat diabetes di USA untuk tahun
2002 sekitar 132 milyar dolar dan akan meningkat menjadi 192 milyar di tahun
2020.
DM
terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di
negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di
Afrika, ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan
yang tidak sehat. Data
selengkapnya mengenai prevalensi DM di regional Asia Pasifik dapat di lihat
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi Diabetes di Region Asia Tenggara
Negara
|
2000
|
2030
|
Bangladesh
|
3,196,000
|
11,140,000
|
Bhutan
|
35,000
|
109,000
|
Republik
Korea
|
367,000
|
635,000
|
India
|
31,705,000
|
79,441,000
|
Indonesia
|
8,426,000
|
21,257,000
|
Maldives
|
6,000
|
25,000
|
Myanmar
|
543,000
|
1,330,000
|
Nepal
|
436,000
|
1,328,000
|
Sri Lanka
|
653,000
|
1,537,000
|
Thailand
|
1,536,000
|
2,739,000
|
Total
|
46,903,000
|
119,541,000
|
Indonesia
menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total
penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan
pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan
data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun
rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin dan 4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional.
Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi diabetes melitus
berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur, namun mulai umur ≥ 65
tahun cenderung menurun. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada
perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM,
hipertiroid, dan hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada
perdesaan. Prevalensi
diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar
1,5 persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%),
DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di
Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur 3,3 persen. Di Sumatera utara sendiri, DM yang terdiagnosis
sebesar 1.8% dan yang
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2.3%.
Prevalensi
DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan
dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung lebih
tinggi pada kelompok
pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat
ketidaktahuan tentang pola makan yang baik.
Diabetes
Melitus merupakan penyakit yang dapat
menyebabkan penyakit lain (komplikasi). Kejadian komplikasi Diabetes
Melitus pada setiap orang
berbeda-beda. Komplikasi
Diabetes Melitus dapat dibagi menjadi
dua kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi
kronik jangka pajang.
Komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma.
Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis
diabetic (DKA).
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia
dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolysis dan peningkatan oksidasi
asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton).
Peningkatan keton dalam
plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton
meningkatkan beban ion hydrogen dan
asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat
mengalami hipotensi dan syok.
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma dan meninggal.
Komplikasi
kronik jangka panjang atau dapat disebut juga dengan
komplikasi vaskular jangka panjang
Diabetes Melitus melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati)
dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopati diabetic), glumerolus ginjal (nefropati
diabetic), dan saraf-saraf kapiler (neuropati
diabetic), otot-otot serta kulit.
Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan
peningkatan penimbunan glikoprotein.
Selain itu, karena senyawa kimia dari
membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan
bertambahnya kecepatan
pembentukan sel-sel membran dasar. Namun,
manifestasi klinis penyakit vaskular, retinopati atau nefropati
biasanya baru timbul setelah 15
sampai 20 tahun sesudah awitan diabetes.
Risiko
penyakit yang terjadi
oleh penderita diabetes
melitus jika dibandingkan dengan penderita non diabetes melitus
adalah dua kali lebih mudah mengalami
stroke, dua puluh lima kali lebih mudah mengalami buta, dua kali lebih
mudah mengalami PJK
(Penyakit Jantung Koroner), tujuh belas kali lebih mudah mengalami
gagal ginjal kronik, dan lima
kali lebih mudah mengalami selulitis atau gangrene.
Komplikasi
Diabetes Melitus diakibatkan dari memburuknya
kondisi tubuh, perilaku preventif dari penderita dalam penanganan
Diabetes Melitus dapat menghindari
penderita dari komplikasi diabetes jangka
panjang meliputi diet, olahraga, kepatuhan cek gula darah dan
konsumsi obat.
Berdasarkan hasil penelitian
(Himawan. dkk, 2007) yang dilakukan pada 39 pasien dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan laboratorium HbA1c, mikroalbuminuria, dan
evaluasi mata di poliklinik mata FKUI RSCM menunjukkan hasil komplikasi
yang ditemukan adalah ketoasidosis diabetik selama sakit pada 30 pasien (76,9
%) dan pada 12 minggu terakhir pada 3 pasien (7,9%), mikroalbuminuria pada 3
pasien (7,9%).
0 Komentar