Makalah
Surveilans Epidemiologi
Penyakit Diabetes Melitus
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat-Nya lah, kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini, yang merupakan salah satu tugas
mata kuliah Dasar-dasar Epidemiologi. Makalah ini membahas segala hal yang berkaitan dengan Surveilans
Penyakit Diabetes Melitus,
yang diharapakan dapat membantu untuk memahami materi tersebut.
Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak
sedikit hambatan yang kami hadapi. Dan kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dari berbagai pihak. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing dan juga
pembaca dimohon masukannya demi perbaikan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM)
merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan
status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status
kesehatan di suatu negara.
Secara
global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan
sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola
struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya
hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatar belakangi
prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak
menular semakin bervariasi dalam transisi epidemiologi.
Penyakit
tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang
ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi;
(7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis;
(11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek
dan kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM,
hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner,
penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan
stroke ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan
salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, yang
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron.
Diabetes Mellitus sering disebut
sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi
dan dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil
ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama
tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk
memeriksakan kadar glukosa darahnya. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta
penduduk dunia menderita DM dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150
juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita
Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003
meningkat menjadi 13,8 juta orang.
Pada
tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia
menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya
terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366
juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, Diabetes adalah suatu kondisi dengan kadar peningkatan glukosa dalam
darah (hiperglikemia) yang dapat
menimbulkan resiko pada mikrovaskular (retinoplati, nepropati, dan neuropati).
Ini berhubungan dengan usia harapan hidup, angka kesakitan jika terjadi
komplikasi antara diabetes dan microvaskular, dapat meningkatkan resiko
komplikasi makrovaskular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit
kardiovaskular), dan mengganggu kulaitas kehidupan. The American Diabetes
Association (ADA) memperkirakan kerugian akibat diabetes di USA untuk tahun
2002 sekitar 132 milyar dolar dan akan meningkat menjadi 192 milyar di tahun
2020.
DM
terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di
negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di
Afrika, ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan
yang tidak sehat. Data
selengkapnya mengenai prevalensi DM di regional Asia Pasifik dapat di lihat
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi Diabetes di Region Asia Tenggara
Negara
|
2000
|
2030
|
Bangladesh
|
3,196,000
|
11,140,000
|
Bhutan
|
35,000
|
109,000
|
Republik
Korea
|
367,000
|
635,000
|
India
|
31,705,000
|
79,441,000
|
Indonesia
|
8,426,000
|
21,257,000
|
Maldives
|
6,000
|
25,000
|
Myanmar
|
543,000
|
1,330,000
|
Nepal
|
436,000
|
1,328,000
|
Sri Lanka
|
653,000
|
1,537,000
|
Thailand
|
1,536,000
|
2,739,000
|
Total
|
46,903,000
|
119,541,000
|
Indonesia
menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total
penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan
pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan
data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun
rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin dan 4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional.
Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi diabetes melitus
berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur, namun mulai umur ≥ 65
tahun cenderung menurun. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada
perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM,
hipertiroid, dan hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada
perdesaan. Prevalensi
diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar
1,5 persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%),
DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di
Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur 3,3 persen. Di Sumatera utara sendiri, DM yang terdiagnosis
sebesar 1.8% dan yang
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2.3%.
Prevalensi
DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan
dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Prevalensi hipertensi cenderung lebih
tinggi pada kelompok
pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat
ketidaktahuan tentang pola makan yang baik.
Diabetes
Melitus merupakan penyakit yang dapat
menyebabkan penyakit lain (komplikasi). Kejadian komplikasi Diabetes
Melitus pada setiap orang
berbeda-beda. Komplikasi
Diabetes Melitus dapat dibagi menjadi
dua kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi
kronik jangka pajang.
Komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma.
Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis
diabetic (DKA).
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia
dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolysis dan peningkatan oksidasi
asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton).
Peningkatan keton dalam
plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton
meningkatkan beban ion hydrogen dan
asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat
mengalami hipotensi dan syok.
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma dan meninggal.
Komplikasi
kronik jangka panjang atau dapat disebut juga dengan
komplikasi vaskular jangka panjang
Diabetes Melitus melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati)
dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopati diabetic), glumerolus ginjal (nefropati
diabetic), dan saraf-saraf kapiler (neuropati
diabetic), otot-otot serta kulit.
Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan
peningkatan penimbunan glikoprotein.
Selain itu, karena senyawa kimia dari
membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan
bertambahnya kecepatan
pembentukan sel-sel membran dasar. Namun,
manifestasi klinis penyakit vaskular, retinopati atau nefropati
biasanya baru timbul setelah 15
sampai 20 tahun sesudah awitan diabetes.
Risiko
penyakit yang terjadi
oleh penderita diabetes
melitus jika dibandingkan dengan penderita non diabetes melitus
adalah dua kali lebih mudah mengalami
stroke, dua puluh lima kali lebih mudah mengalami buta, dua kali lebih
mudah mengalami PJK
(Penyakit Jantung Koroner), tujuh belas kali lebih mudah mengalami
gagal ginjal kronik, dan lima
kali lebih mudah mengalami selulitis atau gangrene.
Komplikasi
Diabetes Melitus diakibatkan dari memburuknya
kondisi tubuh, perilaku preventif dari penderita dalam penanganan
Diabetes Melitus dapat menghindari
penderita dari komplikasi diabetes jangka
panjang meliputi diet, olahraga, kepatuhan cek gula darah dan
konsumsi obat.
Berdasarkan hasil penelitian
(Himawan. dkk, 2007) yang dilakukan pada 39 pasien dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan laboratorium HbA1c, mikroalbuminuria, dan
evaluasi mata di poliklinik mata FKUI RSCM menunjukkan hasil komplikasi
yang ditemukan adalah ketoasidosis diabetik selama sakit pada 30 pasien (76,9
%) dan pada 12 minggu terakhir pada 3 pasien (7,9%), mikroalbuminuria pada 3
pasien (7,9%).
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
Diabetes Melitus?
2.
Bagaimana epidemiologi
Diabetes Melitus?
3.
Apa beban
Diabetes Melitus?
4.
Bagaimana
tanda-tanda Diabetes?
5.
Bagaimana faktor
resiko Diabetes Melitus?
6.
Apa komplikasi
dari penyakit Diabetes Melitus?
7.
Bagaimana upaya Pencegahan Diabetes Mellitus?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui
pengertian Diabetes Melitus
2.
Untuk mengetahui
epidemiologi dari Diabetes Melitus
3.
Untuk mengetahui
beban Diabetes Melitus
4.
Untuk mengetahui
tanda-tanda dari Diabetes
5.
Untuk mengetahui
faktor resiko dari Diabetes Melitus
6.
Untuk mengetahui
komplikasi dari penyakit Diabetes Melitus
7.
Untuk mengetahui
upaya
Pencegahan Diabetes Mellitus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif
dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009).
Diabetes
Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan
oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total)
maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007).
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan
yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini
sudah lama dikenal, terutama dikalangan keluarga, khususnya keluarga ‘berbadan
besar’ (kegemukan) bersama dengan gaya hidup ‘tinggi’. Kenyataannya, kemudian,
DM menjadi penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas
dan membawa banyak kematian.
B. Epidemiologi
Diabetes Melitus
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang,
DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-64 tahun, sedangkan pada negara
maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk usia di atas 64 tahun.
Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur < 40 tahun dan penderita DM Tipe 2
biasanya berumur ≥ 40 tahun. Diabetes sendiri
merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga progresifitas
penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi.
Diabetes Mellitus (DM) biasanya
berjalan lambat dengan
gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik
komplikasi akut maupun kronis. Dengan demikian Diabetes bukan lah suatu
penyakit yang ringan. Menurut beberapa review, Retinopati diabetika, sebagai
penyebab kebutaan pada usia dewasa muda, kematian akibat penyakit
kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic, sebagai
penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes
meninggal akibat kejadian kardiovaskuler dan neuropati diabetik, penyebab
utama amputasi non traumatic pada usia dewasa muda.
Hasil penelitian Ditjen
Yanmed Depkes RI pada tahun 2002, diperoleh data bahwa DM berada di urutan
keenam dengan PMR sebesar 3,6% dari sepuluh penyakit utama yang ada di Rumah
Sakit yang menjadi penyebab utama kematian. Dan penelitian Ditjen Yanmed Depkes
pada tahun 2005 menyatakan bahwa DM menjadi penyebab kematian tertinggi pada
pasien rawat inap akibat penyakit metabolik, yaitu sebanyak 42.000 kasus dengan
3.316 kematian (CFR 7,9%).
Berdasarkan penelitian
Junita L.R marpaung di RSU Pematang Siantar tahun 2003-2004 terdapat 143 orang
(80,79 %) pasien DM yang berusia ≥ 45 tahun dan 34 orang (19,21 %) yang berusia
< 45 tahun.26 Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007
terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4 %)
yang berusia < 40 tahun.
b. Menurut Tempat
Di Negara berkembang, Diabetes
mellitus sampai sat ini masih merupakan faktor yang terkait sebagai
penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar. Menurut estimasi data WHO
maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6
juta penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2
juta. Tentu saja hal ini sangat mencengangkan para praktisi, sehingga
perlu dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait.
Pada Tahun 2000, lima Negara
dengan jumlah penderita Diabetes mellitus terbanyak pada kelompok 20-79
tahun adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), Amerika (17,7 juta),
Indonesia (8,4 juta), dan Jepang (6,8 juta). Berdasarkan survei lokal,
prevalensi DM di Pulau Bali pada tahun 2004, mencapai angka 7,2%. Pada tahun
2005, di DKI Jakarta telah dilakukan survei, dan diperoleh prevalensi DM
sebesar 12,8%.
Menurut laporan PERKENI tahun 2005
dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka
prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain : Jakarta 12,8
%, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %. Sedangkan prevalensi DM
terendah terdapat di daerah pedesaan antara lain Tasikmalaya sebesar 1,8 % dan
Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya perbedaan prevalensi DM di perkotaan dengan
di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian DM.
c.
Menurut Waktu
Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta
kematian akibat DM di dunia, dimana 1,4 juta atau 48,28% kematian terjadi pada
pria, dan selebihnya 1,5 juta atau 51,72% pada wanita. Dari jumlah kematian
ini, 1 juta atau 34,48% kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta atau
65,52% kematian terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2003, WHO menyatakan
194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun
menderita Diabetes mellitus dan tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%.
Peningkatan angka kesakitan DM dari
waktu ke waktu lebih banyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan
hidup) dan faktor lingkungannya. WHO menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak
171 juta pada tahun 2000 akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030.
Menurut laporan UKPDS, Komplikasi
kronis paling utama adalah Penyakit
kardiovaskuler
dan stroke, Diabeteic foot,
Retinopati, serta
nefropati diabetika, Dengan
demikian sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat
hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila
dibandingkan dengan orang normal, maka penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul
gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk
terjadinya kebutaan.
2.
Determinan
a.
Genetik atau Faktor
Keturunan
DM cenderung diturunkan atau
diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis memberi peluang besar bagi
timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih
besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita
DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang
tersebut memiliki resiko 40 % menderita DM.
DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan
dengan faktor keturunan dibandingkan dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM
Tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga
pasien mempunyai saudara yang juga menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya
sekitar 3-5 % yang mempunyai orangtua menderita DM juga.
Pada DM tipe 1, seorang anak
memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tua anak
tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah satu orang
tua anak tersebut menderita DM pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang
tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1:2.
b. Umur
DM dapat terjadi pada semua
kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena DM akan meningkat
dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang
akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun,
sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara-negara
barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1
dari penderita berusia di atas 85 tahun.
Menurut penelitian Handayani di RS
Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah
kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak
terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %).32 Menurut hasil penelitian Renova di RS.
Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40
tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun.
c.
Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih
besar untuk menderita Diabetes Mellitus, berhubungan dengan paritas dan
kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit DM.
Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat
tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan
laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh
rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan
(61,8%) dibandingkan pasien laki-laki (38,2%).
d.
Pola Makan dan
Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah
arah saat ini mempercepat peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia. Makin
banyak penduduk yang kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan
yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap
rasa) muncul sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya
konsumsi minuman yang kaya gula.
Kegemukan adalah faktor resiko yang
paling penting untuk diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2
berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah
orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari
yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk
lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT
(Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada
seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 Kg/m2, kemungkinan
mengidap DM menjadi 90 kali lipat.
e.
Aktivitas
Fisik
Melakukan aktivitas fisik seperti
olahraga secara teratur dapat membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah
terjadinya kegemukan dan kemungkinan untuk menderita DM. Pada saat tubuh
melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan
tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan
akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga
zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun
dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak
menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon insulin kurang
mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
f.
Infeksi
Virus
yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus
B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik
(penghancur sel) dalam sel beta pankreas, virus ini
menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang
melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta
pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak, seringkali
didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang
disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. DM akibat bakteri
masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
C. Beban
Diabetes Melitus
Sebagai suatu gangguan kesehatan, diabetes memberikan beban besar
sebagai masalah kesehatan dengan melihat bahwa:
1.
Gejala-gejala DM
sendiri cukup banyak, luas dan berat. Masing-masing gangguan cukup memberi
tantangan dalam mengatasinya. Menghadapi gangguan perasaan lapar (polifagi)
saja, misalnya, suatu bentuk gangguan yang cukup berat dihadapi oleh setiap
pasien, dimana keinginan untuk makan melebihi kemampuan penderita untuk menahan
diri untuk tidak makan.
2.
DM merupakan
penyakit yang sangat mudah ‘kerjasama’ dengan penyakit lain. Jika DM melakukan
‘kerjasama’ antar sesama kelompok ‘high
blood sugar’ maka mereka dapat membentuk suatu ‘segitiga raja penyakit’
DM-cardiovaskular dan stroke. Jumlah penderita yang sudah bergabung dalam segitiga
raja penyakit dengan kadar glukosa darah tinggi ini telah mencapai 3 juta,
tersebar di lebih 50 negara di dunia.
0 Komentar