Iklan atas - New

Makalah Gizi Kesehatan Masyarakat “ANEMIA GIZI BESI”


Gizi Kesehatan Masyarakat
“ANEMIA GIZI BESI”

1.      Pengertian Anemia Gizi Besi
Anemia Gizi adalah kekurangan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk membentuk HB. Wanita lebih rentan mengalami anemia, terutama pada masa remaja. Hasil survey menunjukan bahwa anemia gizi masi merupakan masalah gizi utama pada anak-anak, remaja, ibu hamil dan wanita. Remaja wanita lebih rentan menderita anemia kaena kebutuhan akan zat besi relative tinggi, termasuk untuk menggantikan kehilangan basal, kebutuhan yang meningkat untuk pertumbuhan gizi dan mengganti kehilangan zat gizi besi saat menstruasi (Briawan, Adriyani, & Pusporin, 2009). Masuk dalam jenis anemia apa?????
2.      Indikator Anemia Gizi Besi
Serum ferritin merupakan petunjuk kadar cadangan besi dalam tubuh. Pemeriksaan kadar serum ferritin sudah rutin dikerjakan untuk menentukan
diagnosis defisiensi besi, karena terbukti bahwa kadar serum ferritin sebagai indikator paling dini menurun pada keadaan bila cadangan besi menurun
(Muhammad & Sianipar, 2005).
Feritin merupakan protein yang terdiri dari 22 molekul apoferitin sementara, bagian intinya terdiri atas komplek fosfat/besi sejumlah 4000–5000
molekul besi tiap intinya. Feritin bersifat larut dalam air dan sejumlah kecil larut dalam pasma. Makin besar jumlah feritin makin besar yang terlarut dalam plasma. Kadar feritin untuk laki-laki: 40–300 µg/L dan 20–150 µg/L untuk perempuan
(Muhammad & Sianipar, 2005).
Kemenkes RI (2013) menyatakan anemia diukur dengan kadar Hb, yakni untuk ibu hamil dengan nilai di bawah 11,0 g/dL, wanita dalam kelompok usia subur (15–49 tahun) dengan kadar Hb < 12,0 g/dL. Sedangkan laki-laki dengan usia ≥ 15 tahun menderita anemia dengan ukuran kadar Hb <13,0 g/dL . Di kutip dalam (Safitri, R N, Syahrul, 2015).
Jelaskan tabelnya beri judul
3.      Prevalensi Anemia Gizi Besi
Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka kejadian anemia secara nasional adalah sebesar 21,7%, dimana 18,4% terjadi pada laki-laki dan 23,9% terjadi pada perempuan. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta
manusia. Prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51%. Prevalensi untuk balita sekitar 43%, anak usia sekolah 37%, pria dewasa hanya 18%, dan wanita tidak hamil 35%. Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan
salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia, di samping tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang kalori protein, defisiensi vitamin A dan gondok endemic. Di kutip dalam (Diii, Universitas, Indonesia, Shariff, & Akbar, 2018).
Berdasarkan data Riskesdas (2013), Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan sebesar 18,4% pada kelompok umur 15-24 tahun. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita mempunyai resiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri. Di kutip dalam (Diii et al., 2018).
Ibu hamil dinyatakan anemia apabila jumlah kadar Hb < 11 gr %, Keadaan ini terjadi karena pada saat hamil terjadi peningkatan volume darah sehingga darah menjadi lebih encer (hemodilus). Pada tahun 2014 prevalensi anemia ibu hamil di Palu sebesar 22, 74 % meningkat 0,35% jika di bandingkan tahun 2013 (22,39) (Dinkes kota Palu, 2014). Hasil penelitian  menunjukan ibu yang mengalami anemia sebanyak 60,8 % (Widianti, Kebidanan, & Palu, 2013).
4.      Gambaran Klinis Anemia Gizi Besi dan Jenisnya
Menurut (Pamungkas, Wahyuni, & Dayaningsih, 2014), jenis-jenis anemia yaitu :
1.      Anemia Defisiensi Zat Besi
Suatu keadaan yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan bahan utama    pembentukan    sel    dalah    merah. gejalanya letih, sering mengantuk, pusing, lemah, nyeri kepala, kulit pucat, luka pada lidah, konjungtiva pucat, bantalan kuku pucat, tidak ada nafsu makan, mual dan muntah.  Penyebab anemia defisiensi zat besi adalah: asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase pertumbuhan, penurunan absorbsi karena kelainan pada usus atau karena banyak mengkonsumsi teh, kebutuhan yang meningkat pada anak sehingga memerlukan nutrisi yang lebih banyak.
Menurut Citrakesumasari (2012), Anemia gizi besi terjadi melalui beberapa tingkatan, yaitu :
1.      Tingkatan pertama disebut “Anemia Kurang Besi Laten” merupakan keadaan dimana banyaknya cadangan zat besi berkurang dibawah normal, namun besi di dalam sel darah dan jaringan masih tetap normal.
2.      Tingkatan kedua disebut “Anemia Kurang Besi Dini” merupakan keadaan dimana penurunan besi cadangan terus berlangsung sampai habis atau hampir habis, tetapi besi dalam sel darah merah dan jaringan masih tetap normal.
3.      Tingkatan ketiga disebut “Anemia Kurang Besi Lanjut” merupakan perkembangan lebih lanjut dari anemia kurang besi dini, dimana besi di dalam sel darah merah sudah mengalami penurunan, tetapi besi di dalam jaringan tetap normal.
4.      Tingkatan keempat disebut “Kurang Besi dalam Jaringan” yang terjadi setelah besi dalam jaringan yang berkurang
2.      Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan     asam folat.Disebut  juga  dengan  anemia  defisiensi asam folat. Asam folat berfungsi sebagai sintesis  DNA  dan  RNA  yang  penting  untuk metabolism inti sel. Beberapa penyebab dari anemia megaloblastik adalah karena asupan asam  folat  yang  kurang  (pemberian  nutrisi yang tidak seimbang), gangguan absorbs atau adanya gangguan pada gastrointestinal, pemberian obat yang menghambat kerja asam folat.
3.      Anemia Aplastik
Merupakan anemia yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah semua sel darah) dan menurunnya selularitas sumsum tulang. Sehingga hal tersebut akan menghambat produksi sel darah merah. Adapun beberapa penyebab terjadinya anemia aplastik adalah:
a.       Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan  bahan  dasar  sel darah.
b.      Adanya  radiasi  dan  kemoterapi yang  lama  yang  mengakibatkan infiltrasi sel.
c.       Penurunan  poitin  yang  berfungsi untuk  merangsang  sel-sel  darah dalam sumsum tulang.
d.      Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga  menghambat  maturasi sela dalam sumsum tulang.
4.      Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran eritrosit yang  berlebihan  akan  mempengaruhi fungsi hepar, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bilirubin. Dalam keadaan normal sel darah merah mempunyai waktu hidup 100- 120 hari. Penyebab anemia hemolitik diduga karena adanya kelainan rantai Hemoglobin (Hb), infeksi, sepsis dan penggunaan obat- obatan.
5.       Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa terjadi karena kekurangan vitamin B12.Vitamin B12 berfungsi untuk metabolism jaringan saraf dan pematangan normoblas. Selain asupan yang kurang, anemia pernisiosa disebabkan karena adanya kerusakan lambung, sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan secret yang berfungsi untuk absorbs B12.
6.      Anemia Sickle Cell
Anemia yang terjadi karena sintesa Hemoglobin (Hb) abnormal dan mudah rusak.Anemia  jenis  ini  merupakan  penyakit keturunan.Secara garis  besar  anemia Sickle Cell ini menyerupai anemia hemolitik.
Anemia jenis apa?
7.      Implikasi Anemia
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah raga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi (Masrizal, 1989).
Anemia  pada remaja akan berdampak pada penurunan konsentrasi belajar, penurunan kesegaran jasmani, dan gangguan pertumbuhan sehingga tinggi badan dan berat badan tidak mencapai normal. Kehamilan pada usia remaja juga memberi efek yang panjang yaitu menyebabkan kematian ibu, bayi, atau risiko melahirkan bayi dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah). Pada siklus hidup manusia, remaja wanita (10-19 tahun) merupakan salah satu kelompok yang rawan terhadap anemia. Menurut  Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2007, prevalensi anemia pada wanita usia subur (WUS) usia 15-19 tahun mencapai 26,5% (Depkes RI, 2008). Ada sekitar 370 juta wanita yang menderita anemia karena defisiensi zat besi. Di kutip dalam (Mahmudah, Cahyati, & Wahyuningsih, 2013).
Menurut (Masrizal, 1989), Akibat-kibat  yang merugikan kesehatan pada individu yang menderita anemi gizi besi adalah:
1.      Bagi bayi dan anak (0-9 tahun)
a.       Gangguan perkembangan motorik dan koordinasi.
b.      Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar.
c.        Gangguan pada psikologis dan perilaku
2.      Remaja (10-19 tahun)
a.       Gangguan kemampuan belajar
b.      Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik
c.       Dampak negatif terhadap sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit infeksi
3.       Orang dewasa pria dan wanita
a.       Penurunan kerja fisik dan pendapatan.
b.      Penurunan daya tahan terhadap keletihan
4.      Wanita hamil
a.       Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
b.      Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
c.       Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir  rendah
8.      Pencegahan dan Penanggulangan Anemia
a.      Pencegahan
1.      Dengan mengkonsumsi ubi jalar, ubi jalar mengandung 4 mg zat besi dalam 100 gram (Toruan, 2012), sehingga penggunaan ubi jalar dapat dikonsumsi ibu hamil yaitu dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam sel darah merah, dapat mencegah dan mengobati anemia karena kaya akan zat besi.  (Toruan, 2012) di kutip dalam (Yuliandani, Dewi, & Ratri, 2017).
2.      Daging merah adalah pangan sumber tinggi besi; sedangkan yang mengandung besi yang medium adalah ayam, daging olah, ikan, dan kacang-kacangan (nonheme iron). Susu dan hasil olahnya merupakan sumber yang rendah kandungan besinya. Sumber daging merah (heme iron) sangat penting untuk dikonsumsi karena diserap dengan baik oleh tubuh dan dapat membantu penyerapan kelompok pangan non-heme (Holil, Sugeng, Titus, 2017).dikutip dalam
Makanan yang tidak dianjurkan
b.      Penanggulangan
Salah satu caranya adalah melalui suplementasi tablet besi. Suplementasi tablet besi dianggap merupakan cara yang efektif karena kandungan besinya padat dan dilengkapi dengan asam folat yang sekaligus dapat mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan asam folat. Cara ini juga efisien karena tablet besi harganya relatif murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat kelas bawah serta mudah didapat. Agar penyerapan besi dapat maksimal, dianjurkan minum tablet zat besi dengan air minum yang sudah dimasak. Dengan minum tablet Fe, maka tanda-tanda kurang darah akan menghilang (Parulian, Roosleyn, Tinggi, Kesehatan, & Widya, 2016).

DAFTAR PUSTAKA
Anemia, K. (1989). Anemia defisiensi besi, 140–145.
Briawan, D., Adriyani, A., & Pusporin. (2009). Determinan Keberhasilan Program Suplementasi Zat Besi pada Siswi Sekolah. Jurnal Gizi Klinik.
Diii, P., Universitas, K., Indonesia, M., Shariff, S. A., & Akbar, N. (2018). Window of Health , Vol . 1 No . 1 ( Januari 2018 ) Hubungan Antara Status Gizi Dan Pola Menstruasi Dengan Kejadian Anemia Pada Mahasiswi 34 | Penerbit : Pusat Kajian dan Pengelola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia Window of, 1(1), 34–39.
Mahmudah, U., Cahyati, W. H., & Wahyuningsih, A. S. (2013). Jurnal Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2), 113–120. https://doi.org/ISSN 1858-1196
Muhammad, A., & Sianipar, O. (2005). Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 12(1), 9–15. https://doi.org/10.3390/s100706535
Pamungkas, S., Wahyuni, & Dayaningsih, S. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tablet Penambah Darah dengan Kejadian Anemia di Puskesmas Sragen. Indonesian Journal on Medical Science, 1(2), 1–10.
Parulian, I., Roosleyn, T., Tinggi, S., Kesehatan, I., & Widya, J. I. (2016). Strategi dalam penanggulangan pencegahan anemia pada kehamilan, 3.
Safitri, R N, Syahrul, F. (2015). Risiko paparan asap rokok terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Jurnal Berkala Epidemiologi, 3(3), 327–339.
Widianti, L., Kebidanan, J., & Palu, P. K. (2013). Hubungan anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan kejadian abortus di ruangan kasuari rumah sakit umum anutapura palu, 36–40.
Yuliandani, F. A., Dewi, R. K., & Ratri, W. K. (2017). Jurnal Riset Kesehatan PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL TRIMESTER III. Jurnal Riset Kesehatan, 6(2), 28–34.

Posting Komentar

0 Komentar