MAKALAH EPIDEMIOLOGI
SURVEILENS EPIDEMIOLOGI TBC
Puji syukur kami panjatkan ke
Hadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat, rahmat dan karunianya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah surveilans epidemiologi penyakit TB.
Terima kasih kami ucapkan kepada ibu.,
yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah pemahaman kami
tentang pengantar manajemen. Terima kasih pula kami ucapkan kepada teman-teman
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas. Banyak kendala yang kami alami dalam menyusun
makalah ini. Namun, itu semua tidak menyurutkan niat kami untuk menyelesaikan
makalah ini.
Kami telah berupaya menyempurnakan
makalah ini, namun seperti kata pepatah, “Tak ada gading yang tak retak” maka
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman dan
orang lain yang sudi meluangkan waktunya untuk menyimak isi dari makalah ini.
Sekali lagi,
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga
makalah ini dapat terselesaikan. Kami sangat berharapmakalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
WHO
mendefinisikan kesehatan adalah kondisi fisik, mental dan social yang sempurna,
bukan hanya ketidakhadiran penyakit belaka. Jika
definisi ini dikaji lebih jauh, tidak banyak manusia yang benar-benar sakit.
Tetapi hal ini bukan berarti bahwa semua manusia selalu mempunyai penyakit.
(Soekidjo Natoatmodjo. 2007).
Sedangkan
penyakit menurut cunningham dan saigo (2001), Penyakit merupakan perubahan yang
mengganggu kondisi tubuh sebagai respon dari faktor lingkungan yang mungkin
berupa nutrisi, kimia, biologi atau psikologi. Dalam hal ini lingkungan paling
berpengaruh pada terjadinya penyakit.
H.L
Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan
faktor determinan timbulnya masalah kesehatan. Keempat faktor tersebut terdiri
dari faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial,
ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan
kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling
berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan
masyarakat.
Salah
satu penyakit yang terkait dengan faktor determinan di atas adalah TB
(Tuberkulosis) yang merupakan suatu penyakit yang di dapat dari fenomena alam
dan lingkungan yang menyerang organ paru-paru, dan di sebabkan oleh bakteri.
Penyakit
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit infeksi
kronis menular yang menjadi masalah kesehatan. Penyakit yang sudah cukup lama
ada ini merupakan masalah global di dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini. Hal-hal yang menjadi penyebab semakin
meningkatnya penyakit TBC di dunia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya
penduduk dunia dan perubahan struktur usia manusia yang hidup, perlindungan
kesehatan yang tidak mencukupi di negara-negara miskin, tidak memadainya
pendidikan mengenai TBC di antara para dokter, kurangnya biaya untuk obat,
sarana diagnostik dan pengawasan kasus TBC terutama di Afrika dan Asia.
WHO
mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC pada tahun 1993, karena di
sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Hal ini
disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil disembuhkan.
Dinegara-negara
miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat
dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TBC
global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia.
Pada
tahun 1995, ada sekitar 9 juta pasien TBC baru dan 3 juta kematian akibat TBC
di dunia. Diperkirakan 7-8 juta yang terkena TBC di negara berkembang, ini
terjadi karena tidak ada peningkatan yang signifikan di dalam upaya
pencegahannya dalam tahun 1999-2020. WHO memperkirakan dalam dua dekade pertama
di abad 20, satu miliar orang akan terinfeksi per 200 orang berkembang menjadi
TBC aktif dan 70 juta orang akan mati akibat penyakit ini. Penyebab kematian
wanita akibat TBC lebih banyak daripada akibat kehamilan, persalinan dan nifas.
Sekitar 75% pasien TBC adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TBC dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 - 30 %. Jika meninggal
akibat TBC, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain
merugikan secara ekonomis, TBC juga memberikan dampak buruk lainnya secara
sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Di
Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TBC didunia. Diperkirakan
pada tahun XXXX, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang
sedangkan angka kematian di Indonesia tahun XXXX sebesar 41/100.000 penduduk.
Survei
pravelensi TBC yang di lakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993.
Menunjukan bahwa pravelensi TBC di indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65 %.
Sedangkan menurut laporan penanggulangan TBC Global yang di keluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insiden TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46 % di antaranya di perkirakan merupakan kasus
baru.
Hasil
survei kesehatan rumah tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukan bahwa
Tuberkulosis merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun
1986 meruoakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global
Surveilance memperkirakan di indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis
baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insiden rate kira-kira 130 per
100.000. penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis di perkirakan menimpa 140.000
penduduk tiap tahun.
Jumlah
penderita TBC dari tahun ke tahun di indonesia terus meningkat. Saat ini setiap
menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit sekali satu
orang meninggal akibat TBC di indonesia.
Berdasarkan
data pada puskesmas Wajo, penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu
penyakit dari sepuluh penyakit terbesar yang di derita masyarakat setempat.
Pada puskesmas Wajo dari tahun 2006 – 2010 terjadi peningkatan penderita, hal
ini menunjukan bahwa upaya-upaya yang di lakukan pihak puskesmas mengalami
keberhasilan. Adapun upaya-upaya yang di lakukan pihak puskesmas baik dari segi
promotif preventif melalui penyuluhan, maupun kuratif melalui pemeriksaan dahak
dan pemberian obat.
B. Tujuan
Penyusunan Makalah
Adapun
maksud dan tujuan kami sebagai penulis dalam membuat makalah ini :
1.
Agar dapat memahami tentang pengertian dari TBC
2.
Agar mengetahui dasar
3.
Dapat mengetahui bentuk surveilens epidemiologi
penyakit TBC
4.
Dapat mengetahui data-data terbaru di
Indonesia/Asia/dunia mengenai epidemiologi penyakit TBC.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Menurut
Depkes RI (2006), TB Paru (tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung
disebabkan oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC
ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis
adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman
Myocobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuhmanusia melaui udara pernapasan
kedalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalu sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran
napas (bronchus) atau menyebar langsung ke bagian tubuh lainnya. TB dapat
terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Menurut WHO,
surveilans adalah proses pengumpulan,pengolahan, analisis, dan interpretasi
data secara sistematik dan terus menerusserta penyebaran informasi kepada unit
yang membutuhkan untuk dapatmengambil tindakan. Oleh karena itu perlu di
kembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan
analisis atau kajianepidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi,
tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
Surveilans
Epidemiologi dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang sistematis
dan berkesinambungan dalam pengumpulan, analisis, interpretasi data dan
penyampaianinformasi dalam upaya menguraikan dan memantau suatu
penyakit/peristiwa kesehatan.Kaitannya dengan penyakit menular, kegiatan
surveilans epidemiologi bertujuan untuk mengidentifikasi kelompok risiko
tinggi dalam masyarakat, memahami cara penularan penyakit serta berusaha
memutuskan rantai penularan. Dalam hal ini setiap penyakit harusdilaporkan
secara lengkap dan tepat, yang meliputi keterangan mengenai orang
(person),tempat (place) dan waktu (time) (Budioro dalam Sikumbang, 2012).
B.
Tujuan Survailens Epidemiologi TBC
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko
dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan
lebih efektif.
Tujuan khusus surveilans ((Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).:
1.
Memonitor kecenderungan (trends)
penyakit
2.
Mendeteksi perubahan mendadak
insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak
3.
Memantau kesehatan populasi,
menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada populasi
4.
Menentukan kebutuhan kesehatan
prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program
kesehatan
5.
Mengevaluasi cakupan dan efektivitas
program kesehatan
6.
Mengidentifikasi kebutuhan riset
(Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).
C.
Dasar hukum
Secara umum dan khusus Surveilans epidemiologi penyakit TB diatur dalam :
·
Permenkes Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1984 tentang jenis penyakit
tertentu yang dapat menimbulkan wabah
·
Permenkes Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang pedoman
penyelenggaraan sistem kewaspadaa dini kejadian luar biasa (KLB).
·
Kepmenkes
Nomor/1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi
D.
Metode-Metode Survailens
Epidemiologi TBC
Metodologi yang digunakan dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif,
termasuk modeling, eksperimentasi, kuasi eksperimen, focus group
discussion, in-depth interview dan lain-lain. Tidak ada metode khusus yang
digunakan.Dalam melakukan survei tuberkulosis, keterlibatan manajer dan
pelaksana program sangat diperlukan. Keberhasilan dalam surveidinilai dari
seberapa besar pemanfaatan hasil penelitian untuk perbaikan pelaksanaan
program. Pengalaman menunjukkan bahwa hasil survei akan dimanfaatkan, bila
pelaksana program diikutsertakan sejak dari awal.
Surveilans tuberkulosis,
dengan demikian mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.
Spesifik terhadap program
tuberculosis
b.
Membantu pengambil keputusan
menemukan solusi yang berbasis local
c.
Mengarah kepada kegiatan yang
bersifat berkesinambungan (sustainable)
d.
Memperkuat kapasitas manajer
kesehatan dan petugas pelaksana program untuk melaksanakan penelitian operasional
guna mengatasi masalah
e.
Melibatkan seluruh stakeholder yang
berkepentingan terhadap hasil penelitian operasional, khususnya manajer atau
petugas pelaksana program pada tingkat kabupaten kota dan provinsi
f.
Memberikan akses kepada manajer atau
petugas pelaksana program dari daerah lain untuk menjadikan hasil penelitian
sebagai bahan pembelajaran.
Langkah-langkah surveilans TBC, meliputi:
1.
penentuan dan penetapan masalah
(problem identification),
2.
upaya pemecahan masalah (hypothesis)
3.
ujicoba pemecahan masalah (research
implementation)
4.
telaah keberhasilan upaya pemecahan masalah (analysis and discussion)
5.
penyebarluasan hasil (publication).
Surveilans TBC juga dapat dilakukan dengan cara:
1.
Sentinel surveillance merupakan
sistem surveilans dimana laporan didapat dari populasi atau fasilitas tertentu
karena jumlah kasusnya sangata kecil dan jarang terjadi.
2.
Laboratory-based reporting merupakan
sistem surveilans dimana laporan didapat dari laboratorium
3.
Passive surveillance merupakan
sistem surveilans dimana laporan didapat tanpa permohonan,intervensi, atau
kontak oleh dinas kesehatan yang melakukan surveilans. Surveilans pasif
memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus
dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan.
4.
Active surveillance merupakan
organisasi menginisiasi prosedur surveilans untuk mendapatkan
laporan.Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan
berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis
lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi
kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding),
dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat
daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang
dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif
dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal
dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif.
E.
Data-data terbaru mengenai
surveilans epidemiologi penyakit TB di Indonesia/Asia/dunia
Berdasarkan data yang kami peroleh dari
situs yang mengkaji tentang penelitian Epidemiologi Penyakit
Tuberkulosis di Puskesmas Wajo Kota Bau Bau Tahun 2006-2010, data diolah secara manual dan di analisis
menurut orang yang terdiri dari jenis kelamin dan umur,menurut waktu yang
merupakan saat kejadian dan tempat yang menjadi lokasi kejadian dari penderita
Penyakit Tuberkulosis yang ada pada Puskesmas wajo.
1.
Distribusi Penyakit Menurut
Waktu
Tabel
4.1
Distribusi
Penyakit Tuberkulosis
Menurut
Waktu di Puskesmas wajo Kel.Murhum
Tahun
2006 s.d 2010
TAHUN
|
PENDERITA
|
%
|
2006
|
6
|
5,04
|
2007
|
23
|
19,32
|
2008
|
28
|
23,52
|
2009
|
22
|
18,48
|
2010
|
40
|
33,61
|
JUMLAH
|
119
|
100
|
Sumber
: data sekunder 2006 s.d. 2010
Berdasarkan data
tersebut,bahwa penderita Tuberkulosis tertinggi yaitu pada tahun 2010, dimana
terdapat 40 orang penderita penyakit Tuberkulosis. Pada tahun 2006 yaitu
angka terendah pada penyakit Tuberkulosis yaitu terdapat 6 orang penderita
penyakit Tuberkulosis.
2.
Distribusi Penyakit
Menurut Tempat
Tabel
5.1
Distribusi
Penyakit Tuberkulosis
Menurut
Tempat di Puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d 2010
KELURAHAN
|
PENDERITA
|
%
|
WAJO
|
29
|
24,36
|
LAMANGGA
|
28
|
23,52
|
MELAI
|
12
|
10,08
|
BAADIA
|
11
|
9,24
|
TANGANAPADA
|
31
|
26,05
|
LAINNYA
|
8
|
6,77
|
JUMLAH
|
119
|
100
|
Sumber
Data Sekunder Tahun 2006 s.d. 2010
Berdasarkan data diatas,
menunjukkan bahwa kasus Penderita Tuberkulosis tertinggi yaitu terdapat pada
daerah tanganapada sebanyak 31 (26,05 %). Dan yang terendah terdapat pada
daerah lainnya yaitu terdapat 8 penderita (6,72 %). Maksud lainnya disini adalah
penderita yang datang berobat yang berasal dari luar wilayah kerja puskesmas
wajo.
3.
Distribusi penyakit
menurut orang
Tabel
6.1
Distribusi
penyakit tuberkulosis
Menurut
orang pada puskesmas wajo
Tahun
2006 s.d.2010
KELOMPOK
|
|
JUMLAH
|
%
|
||||||
UMUR
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
||||
1 –
10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5
|
5
|
4,26
|
||
11 – 20
|
4
|
3
|
3
|
3
|
5
|
18
|
15,12
|
||
21 – 30
|
1
|
6
|
6
|
13
|
13
|
38
|
31,93
|
||
31 – 40
|
1
|
4
|
6
|
2
|
6
|
19
|
15,96
|
||
41 – 50
|
-
|
6
|
7
|
3
|
4
|
20
|
16,8
|
||
51 – 60
|
-
|
4
|
3
|
1
|
3
|
11
|
9,24
|
||
61 – 70
|
-
|
1
|
3
|
-
|
4
|
8
|
6,72
|
||
JUMLAH
|
6
|
23
|
28
|
22
|
40
|
119
|
100
|
Sumber
: data sekunder 2006 s.d 2010
Berdasarkan data tersebut
kelompok umur tertinggi adalh kelompok umur 21-30 tahun yaitu terdapat 38
penderita (31,93 %). Sedangkan penderita terendah terdapat pada kelompok umur 1
– 5 tahun yaitu terdapat 5 penderita (4,54 %).
Tabel
6.2
Distribusi
penderita penyakit tuberkulosis
Menurut
jenis kelamin pada puskesmas wajo
Tahun
2006 s.d. 2010
JENIS KELAMIN
|
|
JUMLAH
|
%
|
||||||
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
|||||
LAKI-LAKI
|
2
|
11
|
14
|
13
|
24
|
64
|
53,78
|
||
PEREMPUAN
|
4
|
12
|
14
|
9
|
16
|
55
|
46,21
|
||
JUMLAH
|
6
|
21
|
28
|
22
|
40
|
119
|
100
|
Sumber : data sekunder puskesmas wajo tahun
2006 s.d. 2010
Berdasrkan data di atas
di ketahui bahwa jumlah penderita tuberkulosis pada puskesmas wajo menurut jenis
kelamin tertinggi adalah laki-laki yaitu terdapat 64 penderita (53,78 %).
Sedangkan penderita terendah adalah perempuan yaitu terdapat 55 penderita
(46,21 %).
4.
Distribusi Penyakit
Tuberkulosis Di Puskesmas Wajo Dari Tahun 2006 Sampai 2010.
Tabel
7.1
Distribusi
penderita tuberkulosis
Menurut
waktu pada puskesmas wajo
Tahun 2006 sampai 2010
TAHUN
|
Penderita
tuberculosis
|
JUMLAH
|
%
|
|
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
|||
2006
|
2
|
4
|
6
|
5,04
|
2007
|
11
|
12
|
23
|
19,32
|
2008
|
14
|
14
|
28
|
23,52
|
2009
|
13
|
9
|
22
|
18,48
|
2010
|
24
|
16
|
40
|
33,61
|
JUMLAH
|
64
|
55
|
119
|
100
|
Sumber
: data sekunder 2006 s.d. 2010
Berdasarkan data tersebut
di ketahui bahwa distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu tertinggi pada
tahun 2010. Sedangkan distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu
terendah yaitu pada tahun 2006.
DAFTAR PUSTAKA
Binongko,
Adhien. 2012. Laporan Surveilans
Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Wajo Kota BauBau Tahun2006-2010.
Makalah di Publikasikan. BauBau: Unidayan BauBau, Sulawesi Tenggara.
http://surveilansepidfkmunsri.blogspot.co.id/2013/11/survailens-epidemiologi-penyakit-tbc.html, diakses
pada tanggal 26 Desember 2017
0 Komentar